Menperin Perkirakan Industri Manufaktur Tumbuh 5,4% Tahun Depan
Industri juga menghadapi tantangan global di 2023.
Jakarta, FORTUNE – Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, memperkirakan sektor industri manufaktur akan tumbuh 5,1-5,4 persen pada 2023. Sementara, hingga akhir 2022 akan mencapai pertumbuhan 5,01 persen.
Agus juga mengatakan, nilai ekspor industri manufaktur diperkirakan pada kisaran US$210,38 miliar tahun ini dan US$225-245 miliar pada tahun 2023. "Sementara pada nilai investasi, kami perkirakan mencapai Rp439 triliun pada 2022, dan sekitar Rp450-Rp470 triliun pada tahun 2023,” katanya dalam keterangan yang dikutip dari laman resmi Kemenperin, Rabu (28/12).
Menurutnya, sektor manufaktur mencatatkan kinerja yang baik pada 2022, sekaligus menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional. Nilai ekspor industri Januari-Oktober 2022 mencapai US$173,20 miliar atau berkontribusi 76,51 persen dari total nilai ekspor nasional.
“Angka tersebut telah melampaui capaian ekspor manufaktur sepanjang tahun 2020 sebesar US$131,09 miliar. Jika dibandingkan dengan Januari-Oktober 2021, maka kinerja ekspor industri manufaktur pada Januari-Okober 2022 meningkat sebesar 20,39 persen,” kata Agus.
Tenaga kerja
Sedangkan pada aspek penyerapan tenaga kerja, sektor industri manufaktur menunjukkan pemulihan. Pandemi Covid-19 menurutnya telah memberi dampak terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja di sektor industri manufaktur hingga 2 juta orang, dari 19,14 juta orang pada tahun 2019 ke 17,4 juta orang pada tahun 2020.
Namun, Menperin mengklaim seiring dengan bangkitnya sektor industri manufaktur dari dampak pandemi, ada tambahan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang pada 2021, sehingga jumlah total tenaga kerja di sektor ini kembali meningkat ke angka 18,64 juta orang. "Di tahun 2022 ini bertambah lagi 500 ribuan sehingga tercatat tenaga kerja industri manufaktur sebanyak 19,11 juta orang,” kata Agus.
Seiring pemulihan dari sisi tenaga kerja, geliat industri juga terlihat juga dari capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan November yang menunjukkan ke arah ekspansif, yaitu di angka 50,89.
“Dari angka tersebut, kami bisa mengidentifikasi bahwa ada 11 subsektor yang ekspansi (71 persen dari PDB Industri) dan 12 subsektor yang kontraksi (29 persen dari PDB Industri),” ujarnya.
Kendala
Menperin mengatakan ada beberap kendala yang akan dihadapi sektor industri pada 2023. Pertama, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat akibat tingkat inflasi global yang tinggi.
“Kedua, depresiasi nilai tukar rupiah akibat kebijakan moneter di negara maju menaikkan tingkat suku bunga. Ketiga, perang Ukraina dan Rusia yang berkepanjangan dapat mengakibatkan kenaikan harga komoditas, krisis pangan, dan krisis energi,” kata Agus.
Keempat, kemungkinan terjadi ketidakstabilan permintaan ekspor akibat permintaan global menurun, yang akan juga berdampak pada pengurangan produksi dan dapat berpotensi adanya PHK. “Kemudian, masih adanya ketergantungan impor bahan baku serta bahan baku penolong,” ujarnya.
Program strategis
Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, pemerintah menyiapkan sejumlah program strategis, seperti melaksanakan program restrukturisasi mesin dan peralatan industri tekstil.
“Upaya ini menjadi bagian juga dari implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 melalui pemberian insentif investasi mesin dan/atau peralatan yang lebih modern, lebih efisien dan hemat energi serta lebih ramah lingkungan,” katanya.
Selain itu, peningkatan rasio penggunaan susu segar dari peternak dalam negeri, untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor. Kemudian, untuk mewujudkan kemandirian obat tradisional yang terstandar dengan menginisiasi pembangunan fasilitas produksi fitofarmaka.
Kemenperin juga akan terus mengekaselerasi program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB), dengan pengembangan peta jalan industri yang komprehensif, serta pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) startup berbasis teknologi.