Pelaku Bisnis Perhotelan Nilai ESG Lebih Sekadar Program CSR
Bukan soal keberlanjutan, namun juga profit dan dampaknya.
Jakarta, FORTUNE – Para pelaku Bisnis Perhotelan Indonesia menilai bahwa konsep ESG (Environmental, Social, and Good Governance) lebih dari sebuah program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dalam industri pariwisata Tanah Air.
Founder sekaligus CEO dari Artotel Group, Erastus Radjimin, mengatakan bahwa ESG bukan hanya sekadar program keberlanjutan, tetapi lebih tentang bagaimana menerapkannya ke dalam model bisnis yang dijalankan, sehingga bisa menjadikannya bermanfaat kepada profit yang diharapkan.
Ia mencontihkan, perihal persediaan bahan baku ayam, hotel bisa membelinya dari para produsen lokal yang merupakan masyarakat di sekitar hotel, alih-alih membelinya dari produsen besar. Hal seperti ini juga menurutnya dikenal sebagai ekonomi sirkular.
“Mereka lebih dekat, dengan begitu Anda akan dapat kualitas terbaik dan waktu pengiriman lebih singkat, sekaligus membantu komunitas lokal (UMKM). Dengan penghematan yang dilakukan, Anda pun akan mendapat profit yang lebih besar lagi,” kata pria yang akrab disapa Eri ini kepada Fortune Indonesia, dalam acara DestinAsian Travel Fair 2024, Jumat malam, (1/3).
Eri menyebut ESG sebagai salah satu fundamental penting dari perusahaan, termasuk yang bergerak di sektor perhotelan dan pariwisata. Konsep ini bukan sekadar jargon dan tata kelola perusahaan semata, namun juga upaya menghubungkannya dengan hasil kinerja dari perusahaan.
Tantangan infrastruktur
Menurut Eri, salah satu tantangan yang kini terdapat dalam mewujudkan proses keberlanjutan di bisnis hotel adalah infrastruktur yang belum memadai bagi hotel untuk memperluas bisnisnya hingga ke berbagai wilayah di Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki potensi alam, budaya, dan komunitas masyarakat yang sangat kaya dan beragam untuk dikembangkan dalam prinsip keberlanjutan.
“Kami (dan para pelaku bisnis hotel) pasti selalu ingin bisa membangun sebuah bisnis di berbagai tempat yang indah, dengan hotel dan resor yang menawan. Tapi, jika tempat-tempat indah tersebut sulit untuk dijangkau, baik dari sisi lokasi dan harga, tentu itu hanya akan membatasi potensi pasar yang dimiliki daerah tersebut,” kata Eri.
Untuk bisa membuka peluang di banyak tempat indah di Indonesia, para pelaku industri hotel) perlu bekerja sama lebih banyak dengan pemerintah. “Bisnis sektor swasta harus terus dikembangkan, sementara pemerintah juga harus memainkan perannya dalam berbagai kebijakan dan peraturan, seperti membuat infrastruktur, memperbanyak penerbangan, bukan sekadar membantu dari sisi promosi tempat-tempat indah di Indonesia,” ujarnya.
Berdampak
Sementara itu, Marriott Senior Area Director of Operations Indonesia and Malaysia, Masri, mengatakan ESG harus memberi dampak bagi lingkungan di sekitar hotel. Upaya tersebut bisa dimulai dari hal kecil. "Seperti tidak lagi menggunakan plastik pada amenities seperti sikat gigi misalnya,” katanya.
Namun, ia berharap hotel bisa mengedukasi para tamu dan seluruh mitra yang bekerja sama mengenai prinsip-prinsip keberlanjutandalam bisnis perhotelan. “Kami (Marriott) bahkan sudah mulai mencoba untuk membawa upaya penerapan ESG ini ke level yang lebih jauh, seperti di properti di Bali, di mana para tamu bisa mendapatkan makanannya langsung dari halaman belakang hotel, memilihnya sendiri, dan menjadikannya hidangan untuk dinikmati,” ujar Masri.
Selain itu, ,untuk mendapatkan penilaian obyektif dari penerapan prinsip ESG, Grup Marriott membiarkan pihak ketiga untuk melakukan assessment yang menjamin bahwa berbagai prinsip keberlanjutan terbaik sudah dilakukan perusahaan melalui program-program ESG-nya.