Pendanaan dan Talenta Jadi Tantangan Utama Industri Film Indonesia
Pendanaan penting bagi para pelaku industri film.
Jakarta, FORTUNE – Pendanaan (funding) dan talenta jadi tantangan utama industri perfilman di Indonesia, meski saat ini pertumbuhan sektor ekonomi kreatif film cukup pesat dan menjanjikan.
Founder sekaligus CEO Visinema, Angga Sasongko, mengatakan banyak perusahaan kreatif—seperti production house (PH) film—yang tidak mendapatkan akses ke pendanaan secara kompleks.
“Ini yang perlu ditingkatkan. Karena dengan potensi yang besar, akan banyak sekali minat investor untuk masuk ke dalam industri film,” katanya kepada media dalam acara ‘Visinema goes to Busan’, Kamis (7/9).
Sebenarnya, kata Angga, dana investasi mungkin sudah tersedia, namun tidak terserap ke industri film dan menguap di tempat yang lain secara berlebihan. Padahal, perusahaan-perusahaan film saat ini punya free growth dalam beberapa tahun ke depan. Jadi, tanpa modal pun pendapatan bisa naik, karena jumlah layar film bertambah.
“Ini kalau dijual ke investor hari ini, sangat seksi,” ujarnya.
Angga menyebutkan pendanaan film di Indonesia tidak sampai habis dihitung jari pada satu tangan. Padahal, pendanaan adalah mekanisme terbaik bagi para pembuat film untuk lebih ekspresif mengerjakan film dengan cerita yang lebih beragam. Selain itu, para pembuat film debutan bisa punya peluang besar untuk menunjukkan kemampuannya bertumbuh dalam industri film Indonesia, bahkan global.
Talenta film
Sementara, soal talenta, Angga menganggap saat ini talenta film hanya sebatas pekerja. Padahal, talenta adalah aset bagi perusahaan film untuk terus bisa tumbuh secara berkelanjutan. Jadi, asset-aset ini butuh investasi untuk bisa terus tumbuh dan menciptakan produk berupa Intellectual Property (IP).
“Jangan sampai manusia dilihat sebagai mesin, bukannya sebagai manusia yang bisa tumbuh. Kalau kita berinvestasi pada manusia-manusia ini, maka nilai tambah di industri film pun juga bisa naik. Dari dua tantangan pendanaan dan talenta yang saya sebut, intinya adalah perspektif untuk melihat industri ini lebih modern, bukan dengan pendekatan konvensional,” ujar Angga.
Pelaku industri yang kuat
Sementara, aktor kawakan sekaligus Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI) 2021-2023, Reza Rahadian, meyakini bahwa keberlanjutan industri film Indonesia selalu datang dari para pelakunya sendiri.
“Mereka selalu menemukan jalannya sendiri: how to survive, make films, release, and distribute the films,” ujarnya.
Meski begitu, menurutnya, infrastruktur pendanaan memang jadi hal yang sangat penting saat ini untuk menumbuhkan industri film di Indonesia lebih pesat lagi.
“Selain itu etalase film. Bayangkan kalau di setiap kecamatan punya akses bioskop, entah independen atau jaringan. Mungkin film Indonesia bisa jadi tuan di rumahnya sendiri,” ujar Reza.
Festival film
Reza menyampaikan optimismenya pada potensi industri film di Indonesia. Terlebih, sejumlah judul karya produksi dalam negeri bisa menembus festival-festival film internasional, seperti 24 jam bersama Gaspar dan Ali Topan yang masuk jajaran film pada Busan International Film Festival (BIFF) 2023.
“Festival film menawarkan biaya dalam bentuk grants (hibah) bagi para pemenang festival. Mungkin jumlahnya tidak terlalu besar, tapi dibutuhkan oleh para pembuat film untuk berkembang … Tidak bisa dipungkiri, meski resilient, kuat, dan tangguh, tetap saja pendanaan jadi sesuatu yang penting untuk mewujudkan sebuah gagasan menjadi karya film yang baik,” kata Reza.