Tegas dan Berpikiran Terbuka, Ririek Antar Telkom Berjaya
Ririek berprinsip ‘the more you give, the more you get’.
Jakarta, FORTUNE – Direktur Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, Ririek Adriansyah, masuk dalam jajaran Businessperson of The Year (BPoY) 2021 versi Fortune Indonesia. Tidak hanya sukses membawa Telkom berjaya, dia juga menjaga Telkom di masa pandemi.
Ririek berpendapat bahwa Telkom harus dipimpin dengan tegas sambil tetap mampu beradaptasi dengan perubahan. Menurutnya, tidak satu pihak pun yang paling benar dalam persiapan menghadapi disrupsi digital.
“Kita harus mengembangkan satu kepemimpinan yang tidak terlalu directive-instructive. Karena, kita tidak tahu kadang-kadang staf kita lebih benar daripada kita. Karena mungkin mereka lebih digital native dibanding kita. Di satu sisi, harus tetap directive kuat untuk membawa perubahan dalam pencapaian. Tapi, sisi yang lain itu juga harus open minded, dan dapat mendorong kolaborasi dari bawah,” kata Ririek.
Pentingnya mengubah cara pandang
Kombinasi ketegasan dan keterbukaan pemikiran sangat penting bagi Telkom. Dulu perseroan menyediakan layanan baru untuk ditawarkan kepada pelanggan. Kini, sebaliknya. Perusahaan lebih mempertimbangkan layanan apa yang dibutuhkan masyarakat.
“Yang tadinya inward looking, sekarang jadi outward looking. Nah, itu yang harus dilakukan. Kalau selama ini teman-teman di Telkom cenderung bangga dengan apps-nya. Tapi, bagi saya enggak penting. Yang jauh lebih penting adalah ada yang pakai atau tidak,” ujarnya.
Kisah perekrutan pegawai Telkom
Ririek membagikan cerita tentang bagaimana prinsip pemikiran terbuka diterapkan dalam proses perekrutan. Dulu Telkom agak menutup diri dari rekrutmen eksternal dan cenderung menjadi budaya. Akibatnya, banyak talenta eksternal yang sebenarnya berkualitas, tapi akhirnya gagal dan tidak optimal dalam bekerja karena kurang didukung oleh lingkungan kerjanya.
“Dulu, mindset-nya itu kalau kita mempekerjakan dari luar, misalnya di level general manager atau vice president, dipersepsikan akan menutup peluang promosi dari internal. Nah, lalu kami kampanyekan bahwa perusahaan sangat butuh SDM dengan kompetensi tertentu sesegera mungkin,” ujar Ririek.
Ririek pun memberikan opsi kepada para karyawannya. Pertama, Telkom takkan mempekerjakan pihak luar, tapi bakal kalah dalam kompetisi. Karyawan Telkom akan tetap beroleh promosi, tapi perusahaannya tutup dan promosi berujung percuma. Kedua, Telkom mengambil talenta eksternal dengan kompetensi yang dibutuhkan sehingga dapat terus mengimbangi atau menekuk para pesaing.
Dengan pilihan kedua, kata Ririek, akan ada pegawai Telkom yang seolah-olah takkan mendapat promosi. Tetapi, nyatanya, mereka masih dapat bekerja karena perusahaan tetap beroperasi. Nantinya, saat perusahaan membesar, peluang promosi bagi karyawan internal akan kembali terbuka.
“Ini yang saya sampaikan ke teman-teman, sehingga mereka sekarang bisa lebih open. Jadi, kalau ada orang luar masuk sudah lebih bisa menerima. Inilah yang kemudian menjadi modal kami untuk berani merekrut orang dari luar Telkom,” kata Ririek.
Memberi lebih, beroleh lebih
Secara tersirat, Ririek ingin menyampaikan bahwa hard skills belaka tidak memadai bagi seorang pemimpin bisnis. Dalam hematnya, soft skills—seperti kemampuan berkomunikasi antar individu, kemampuan membaca karakter orang, atau kepekaan dalam menjaga hubungan baik dengan orang lain—lebih dibutuhkan.
Selain itu, seorang pemimpin baginya adalah orang yang tidak kikir berbagi ilmu. Sebab, dalam kondisi tertentu, ilmu yang dibagikan akan berbalik menjadi peluang mendapatkan promosi ke jenjang lebih tinggi. “Saya, secara pribadi maupun saat bekerja di Telkom Group, menganut prinsip ‘the more you give, the more you get’. Jadi, semakin banyak kita memberi, pada saatnya nanti kita akan dapat lebih banyak lagi,” ujarnya.