Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bisnis Klinik Gigi Tumbuh Pesat, Tren Estetika Dorong Permintaan

Ilustrasi berobat di klinik gigi. (istockphoto.com/Tanison Pachtanom)
Ilustrasi berobat di klinik gigi. (istockphoto.com/Tanison Pachtanom)

Jakarta, FORTUNE - Gigi bersih dan rapi kini tak hanya soal kesehatan, tapi juga soal penampilan. Fenomena ini mendorong pertumbuhan pesat klinik-klinik gigi di kota-kota besar Indonesia, yang kini tak sekadar melayani tindakan kuratif, tapi juga estetika. Tarida Dwi (27) menjadi salah satu konsumen yang tergerak oleh tren ini. Dalam pesta diskon tanggal kembar di sebuah e-commerce, ia membeli voucer pembersihan karang gigi setelah mendapat informasi dari temannya mengenai potongan harga 80 persen. “Lumayan, scaling dari Rp1,2 juta jadi Rp136.000. Menariknya, pasien bisa perawatan sembari menonton film,” ujarnya kepada Fortune Indonesia.

Pertumbuhan bisnis klinik gigi memang menjanjikan. Laporan Ken Research 2023 memperkirakan pasar layanan perawatan gigi Indonesia akan mencapai pendapatan US$4 miliar pada 2026. Pertumbuhan ini dipicu oleh kesadaran masyarakat atas kesehatan gigi, tren estetika, peningkatan cakupan asuransi, dan kemajuan teknologi. Statista 2024 juga memperkirakan pendapatan segmen perawatan mulut akan terus meningkat hingga mencapai US$558,93 juta pada 2029.

Sementara itu, kompetisi bisnis klinik gigi semakin ketat. Menurut Ken Research, empat pemain utama mendominasi, yakni PT Kimia Farma Diagnostika, AUDY Dental, FDC Dental Clinic, dan Medikids (MHDC Group). Mereka mengandalkan inovasi teknologi dan strategi digital untuk menjangkau pasien baru.

“AUDY Dental sering melakukan edukasi kesehatan gigi melalui konten variatif dan live di Instagram,” kata drg. Aynie Yunita, Founder dan Chairman AUDY Dental. Perusahaan ini juga menggandeng e-commerce Shopee untuk penjualan voucer layanan seperti scaling, bleaching, dan pemasangan behel.

CEO AUDY Dental, drg. Yulita Bong, menambahkan bahwa pertumbuhan klinik mereka banyak didorong oleh rekomendasi pasien. “Sejak dulu budget marketing kami tidak terlalu banyak. Media sosial juga telah meningkatkan jumlah pasien secara signifikan,” ujarnya.

FDC Dental Clinic juga menerapkan strategi digital yang serupa. Mereka menjual voucer promosi melalui Blibli dan Shopee, serta menggunakan live shopping untuk meningkatkan awareness. “Ada rencana tahun depan buka di Sorong,” kata drg. Ita Lestari, Founder FDC Dental Clinic (16/12). Saat ini mereka memiliki 50 cabang di berbagai kota besar.

Di sisi lain, MHDC Group dengan lini Medikids menargetkan segmen anak-anak dan keluarga. “Core business Medikids memang untuk anak. Tapi yang menarik adalah orang dewasa pun jadi ikut merasa nyaman berobat di sini,” ujar Dr. drg. Anggraeni, salah satu pendiri MHDC Group. Dengan pendekatan ramah anak, termasuk edukasi melalui role play, Medikids kini melayani lebih dari 100.000 pasien setiap bulan melalui sekitar 400 dokter gigi yang tergabung. Perusahaan juga membuka peluang kemitraan bagi dokter gigi untuk memperluas jangkauan layanan.

PT Kimia Farma Diagnostika juga menggarap sektor ini dengan serius, meski tetap fokus pada tindakan preventif dan edukatif. “Kesehatan gigi anak itu penting, terutama sejak usia balita. Kami ingin mengedukasi para orang tua,” kata drg. Purwanti Aminingsih, Direktur Operasional PT Kimia Farma Diagnostika. Ia menyebut bisnis klinik gigi bisa menyumbang sekitar 7,5 persen dari pendapatan bulanan perusahaan.

Indonesia masih kekurangan dokter gigi

panasonic energy.png
Dok. Fortune Indonesia

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), drg. Usman Sumantri, menilai potensi bisnis ini sangat besar. Namun, kendala distribusi dokter gigi masih menjadi tantangan utama.

“Klinik-klinik bertaburan di mana-mana,” katanya kepada Fortune Indonesia. Namun ia mengingatkan, persebarannya belum merata dan lebih terkonsentrasi di kota besar, terutama Pulau Jawa. “Ada gula ada semut, itu persoalannya,” tambahnya.

Permasalahan lainnya adalah kekurangan tenaga dokter gigi. Hingga April 2025, tercatat 2.737 Puskesmas (26,8 persen) belum memiliki dokter gigi. Dari 10.212 Puskesmas di Indonesia, baru sekitar 7.475 unit (73,2 persen) yang memiliki dokter gigi. Kementerian Kesehatan menyebut masih ada kekurangan sekitar 10.309 dokter gigi dari kebutuhan nasional, sementara jumlah lulusan per tahun hanya sekitar 2.650 orang.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah menambah enam Fakultas Kedokteran Gigi sejak moratorium 2022, menaikkan kuota mahasiswa, menyelenggarakan program internship, dan memberikan beasiswa afirmasi kepada putra-putri daerah. Program penugasan khusus juga digencarkan ke daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.

“Penempatan dokter gigi nantinya diatur berdasarkan rasio jumlah dokter dengan penduduk, beban kerja, serta kebutuhan di daerah tersebut. Jadi, dokter-dokter baru tidak bisa lagi menumpuk di DKI Jakarta,” kata drg. Usman.

Ia juga menyoroti bahwa dominasi dokter gigi perempuan turut memengaruhi distribusi, karena kerap mengikuti penempatan kerja suami. Hal ini turut dirasakan Kimia Farma. “Ada daerah-daerah tertentu yang memang agak sulit untuk mencari dokter gigi. Misalnya, di Cimahi atau di Semarang, kami masih membutuhkan dokter-dokter gigi yang bisa bekerja sama,” kata Purwanti.

Meski penuh tantangan, industri klinik gigi menunjukkan tren pertumbuhan positif yang terus bertransformasi seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetika gigi. Dari layanan dasar hingga kosmetik, bisnis ini kian menjanjikan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us