Daftar Merek Beras Diduga Oplosan dan Ciri-Cirinya, Waspada!

- Pemerintah membongkar praktik peredaran beras oplosan yang tidak memenuhi standar mutu, dengan 212 merek terindikasi
- Produsen besar seperti Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari terlibat dalam kasus ini
- Beras oplosan sering dijual sebagai produk premium dengan berat kemasan tidak sesuai, mutu tidak sesuai label, serta campuran beras SPHP dijual mahal
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri baru saja membongkar praktik curang yang meresahkan masyarakat, yakni peredaran beras oplosan. Berdasarkan hasil investigasi terbaru, sebanyak 212 daftar merek beras oplosan dinyatakan terindikasi tidak memenuhi standar mutu.
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam pernyataan resminya. Menurutnya, data 212 merek tersebut telah diserahkan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk diproses lebih lanjut.
“Kami sudah terima laporan tanggal 10 (Juli) lalu, itu telah mulai pemeriksaan, kami berharap ini ditindak tegas,” ujarnya, Senin (14/7).
Daftar merek beras diduga oplosan
Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap 268 sampel merek beras, ditemukan bahwa 212 di antaranya tidak sesuai standar mutu dari sisi kadar air, tingkat butir patah (broken), serta berat dalam kemasan. Bahkan, sejumlah merek beras dijual dengan label premium, padahal kualitasnya berada di bawah standar.
Berikut beberapa produsen yang telah diperiksa oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri:
1. Wilmar Group
Wilmar Group merupakan salah satu perusahaan yang paling banyak disebut dalam kasus ini. Merek beras yang diperiksa antara lain:
Sania
Sovia
Fortune
Pemeriksaan dilakukan terhadap 10 sampel dari berbagai wilayah seperti Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
2. PT Food Station Tjipinang Jaya
PT Food Station Tjipinang Jaya memproduksi berbagai merek beras yang tersebar luas di pasaran, termasuk merek-merek retail besar, di antaranya:
FS Japonica
FS Setra Ramos
FS Beras Sego Pulen
FS Sentra Wangi
Alfamart Setra Pulen
Indomaret Beras Pulen Wangi
Sampel diperoleh dari Sulsel, Kalsel, Jawa Barat, dan Aceh.
3. PT Belitang Panen Raya
Produsen yang memasarkan beras dengan nama:
Raja Platinum
Raja Ultima
Raja Kita
RAJA (kategori ekonomis)
Pemeriksaan dilakukan terhadap 7 sampel dari Sulsel, Jawa Tengah, Kalsel, Jabar, Aceh, dan Jabodetabek.
4. PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group)
Produk yang diperiksa dari perusahaan ini adalah Beras Ayana. Tiga sampel berasal dari Yogyakarta dan Jabodetabek.
Perlu dicatat bahwa daftar ini belum final. Pemerintah akan merilis nama-nama merek lainnya secara bertahap ke publik melalui media massa agar masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam membeli beras.
Ciri-ciri beras oplosan
Beras oplosan sering kali dikemas dan dijual sebagai produk premium, namun tidak sesuai dari sisi mutu dan volume. Beberapa modus yang terungkap meliputi:
Berat kemasan tidak sesuai: Misalnya, diklaim 5 kg tapi isi sebenarnya hanya 4,5 kg.
Mutu beras tidak sesuai label: Beras biasa dijual dengan label "premium" atau "medium".
Campuran beras SPHP (subsidi) dijual mahal: Beras program pemerintah yang seharusnya dijual dengan harga terjangkau, dicampur dan dijual sebagai beras premium.
Meskipun tidak berbahaya jika dikonsumsi, kualitas beras oplosan jauh dari ekspektasi konsumen. Hal tersebut juga sangat merugikan dari sisi harga.
Kerugian dan tindakan pemerintah
Praktik pengoplosan beras tidak hanya melibatkan manipulasi kualitas, tetapi juga pengurangan berat dan informasi label yang menyesatkan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memperkirakan kerugian masyarakat akibat praktik curang ini mencapai Rp2 triliun per tahun, atau Rp10 triliun dalam lima tahun terakhir.
Perlu diketahui, pencampuran atau pengoplosan dalam industri beras sebenarnya bisa terjadi secara teknis, misalnya dalam proses penggilingan yang mencampurkan beras utuh (beras kepala) dan beras patah (broken rice). Namun, praktik ini menjadi pelanggaran jika:
Kadar broken rice dan kadar air melebihi batas maksimum standar beras premium (masing-masing maksimal 15% dan 14%).
Beras kualitas medium atau biasa dicampur dengan beras program SPHP, lalu dikemas dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal.
Label pada kemasan menyesatkan, seperti berat yang tidak sesuai atau klasifikasi mutu yang tidak akurat.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menegaskan bahwa kecurangan seperti pengurangan volume isi kemasan termasuk dalam kategori pelanggaran pidana.
“Kalau label menunjukkan 5 kg tapi isinya hanya 4,8 kg, itu tidak boleh. Sama saja seperti minyak goreng 1 liter tapi isinya cuma 0,8 liter, jelas itu tindak pidana,” tegas Arief.
Menteri Amran juga menyatakan bahwa proses pemeriksaan telah dimulai terhadap 10 perusahaan besar yang diduga terlibat dalam praktik pengoplosan. Pemeriksaan ini diharapkan menjadi awal dari penertiban menyeluruh terhadap kecurangan di sektor distribusi dan produksi beras.
Sementara itu, Satgas Pangan dan Kementerian Pertanian terus melanjutkan pengawasan serta pengujian di laboratorium untuk memastikan beras yang beredar sesuai standar mutu dan tidak merugikan konsumen.
Konsumen diimbau untuk memeriksa label kemasan dengan saksama, termasuk berat, jenis beras, dan produsen. Pastikan Anda membeli beras dari toko terpercaya atau sumber resmi, lalu laporkan ke pihak berwenang jika menemukan kejanggalan pada produk beras yang dibeli.
Pemerintah juga mengupayakan penarikan seluruh beras bermerek yang telah terbukti tidak memenuhi standar mutu dari peredaran pasar.