BUSINESS

Bonus Karyawan Berkurang, Starbucks Ubah Strategi untuk Bangkit

CEO Brian Niccol memulai serangkaian langkah strategis.

Bonus Karyawan Berkurang, Starbucks Ubah Strategi untuk BangkitCEO Starbucks, Brian Niccol/Dok. Chipotle Mexican Grill
29 November 2024

Jakarta, FORTUNE - Kinerja buruk Starbucks tahun ini membuat banyak karyawan tidak menerima bonus penuh, bahkan beberapa di antaranya tidak mendapatkan kenaikan gaji berbasis prestasi. Sebagian besar pekerja korporat hanya akan menerima 60 persen dari bonus akhir tahun mereka, demikian dilaporkan Fortune.com.

Pencairan bonus tahunan yang dijadwalkan pada Desember ini dihitung berdasarkan kinerja individu dan perusahaan. Untuk eksekutif senior, 70 persen bonus ditentukan oleh pendapatan operasional dan pendapatan bersih perusahaan, sementara 30 persen sisanya bergantung pada pencapaian inklusi, keberagaman, dan kinerja pribadi. Bagi karyawan korporat lainnya, bonus dihitung 50 persen dari kinerja individu dan 50 persen dari kinerja perusahaan.

Sepanjang tahun fiskal terakhir, pendapatan Starbucks hanya tumbuh kurang dari 1 persen, sementara pendapatan operasional turun sekitar 8 persen. Meski beberapa pekerja masih akan mendapatkan kenaikan berbasis prestasi, manajemen senior dan eksekutif tidak akan mendapat kenaikan tersebut.

Pada tahun fiskal 2023, Starbucks mengubah kebijakan kompensasi bagi eksekutif senior. Kini, 70 persen bonus mereka bergantung pada kinerja keuangan, meningkat dari 50 persenpada tahun sebelumnya. Sebaliknya, kontribusi kinerja individu dalam perhitungan bonus turun dari 30 persen menjadi 15 persen.

CEO baru Starbucks, Brian Niccol, tetap menerima kompensasi ekuitas tahunan sebesar $23 juta, seperti yang dijamin dalam perjanjian terbaru pada November 2023. Dewan perusahaan akan meninjau nilai bonus Niccol setelah tahun fiskal 2025, tetapi bonus US$23 juta untuk tahun tersebut telah dijamin.

Kinerja menurun dan tantangan operasional

Starbucks menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan posisinya sebagai pilihan utama pelanggan. Pada kuartal terakhir, penjualan di toko-toko yang telah beroperasi lebih dari setahun turun 6 persen di AS, dengan penurunan tahunan keseluruhan mencapai 2 persen. Ini adalah pertama kalinya Starbucks mencatatkan penurunan penjualan sejak masa pandemi pada tahun 2020.

Permasalahan tambahan muncul dari menu yang terlalu beragam dan pesanan pelanggan yang semakin rumit. Mantan CEO Laxman Narasimhan menyebut kemacetan lalu lintas pelanggan di pagi hari sebagai salah satu kendala utama.

“Antrean panjang dan ketersediaan produk yang menipis menyebabkan frustrasi pelanggan, bahkan ada yang meninggalkan pesanan mereka,” ucapnya.

CEO Brian Niccol memulai serangkaian langkah strategis untuk mengembalikan atmosfer Starbucks yang lebih hangat dan nyaman. Pada Juli, perusahaan mengumumkan rencana investasi teknologi untuk mempercepat produksi minuman. Selain itu, Starbucks akan menyederhanakan menu dengan menghapus beberapa item, termasuk lini minuman berbasis minyak zaitun yang diluncurkan awal tahun lalu.

Langkah lainnya mencakup pengembalian troli kondimen, yang sebelumnya dihapus selama pandemi, untuk memberi pelanggan kebebasan mencampur susu dan gula sesuai selera. “Kami harus menemukan keseimbangan antara mempertahankan kualitas minuman dan memberikan pengalaman terbaik bagi pelanggan,” ujar Niccol dalam wawancara dengan CNBC bulan lalu.

Niccol juga berencana menghidupkan kembali tradisi menulis nama pelanggan di gelas, menambahkan mug keramik, dan menyediakan kursi yang lebih nyaman. Dengan langkah-langkah ini, Starbucks berharap dapat merebut kembali daya tariknya sebagai tempat nyaman untuk bersantai sambil menikmati kopi, bukan sekadar pemberhentian cepat bagi pelanggan yang sibuk.

"Langkah-langkah sederhana ini dapat memperkuat kembali Starbucks sebagai tempat komunitas yang istimewa,” katanya Oktober silam.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.