EcoBeautyScore Dirilis di Eropa, Dorong Transparansi Industri Kosmetik

Jakarta, FORTUNE — Industri kecantikan mencetak tonggak baru dengan peluncuran label EcoBeautyScore di Eropa. Label keberlanjutan ini kini mulai muncul pada kemasan merek ternama seperti L'Oréal Paris, Neutrogena, Nivea Q10, dan Eucerin, menyusul meningkatnya tekanan konsumen terhadap transparansi dan tudingan praktik greenwashing di sektor kosmetik.
EcoBeautyScore dikembangkan oleh EcoBeautyScore Association, sebuah organisasi nirlaba yang beranggotakan lebih dari 70 perusahaan kosmetik dan perawatan pribadi global. Selama tiga tahun terakhir, asosiasi ini merancang sistem penilaian berbasis metodologi Product Environmental Footprint milik Uni Eropa, yang menilai dampak lingkungan suatu produk sepanjang siklus hidupnya—mulai dari pemilihan bahan baku, kemasan, penggunaan, hingga pembuangan.
Label ini hadir dalam bentuk skor alfabetik dari A hingga E, dan tahap awal digunakan pada empat kategori produk: sampo, kondisioner, sabun mandi, dan perawatan wajah. Penilaian mencakup faktor dampak terhadap tanah, air, dan udara.
“EcoBeautyScore memberikan alat transparansi yang selama ini hilang di industri kecantikan,” ujar Jean-Baptiste Massignon, Managing Director EcoBeautyScore Association, dalam pernyataan resminya (15/7). “Untuk pertama kalinya, merek dapat mengomunikasikan dampak lingkungan produk mereka dengan cara yang berbasis sains, konsisten, dan mudah dipahami oleh konsumen.”
Ia menambahkan bahwa platform ini dirancang untuk bisa diakses oleh perusahaan dari berbagai skala, tanpa mengharuskan keahlian teknis mendalam di bidang keberlanjutan. “Melalui data yang jujur dan kerangka bersama, kita mendorong perubahan untuk pilihan yang lebih baik bagi planet ini,” katanya.
Label ini dijadwalkan akan diperluas secara bertahap ke pasar global dan mencakup seluruh lini produk kecantikan. Konsorsium awal yang membentuk EcoBeautyScore sejak Februari 2022 terdiri dari 36 perusahaan personal care dan asosiasi industri dari empat benua, termasuk L'Oréal, Estée Lauder, Unilever, Johnson & Johnson, Natura & Co., dan lainnya.
Apakah ada skema serupa di Indonesia?
Sementara Eropa sudah melangkah maju dalam menerapkan label keberlanjutan produk kecantikan, Indonesia belum memiliki sistem khusus bernama “EcoBeautyScore” untuk menilai dampak lingkungan kosmetik secara terstandardisasi.
Namun, upaya menuju produk kecantikan berkelanjutan mulai berkembang di Tanah Air. Pemerintah, sejak Maret 2023, telah menerapkan SNI Ecolabel sebagai skema sertifikasi sukarela berbasis standar nasional, yang juga mencakup produk kosmetik. Langkah ini menjadi bagian dari strategi mempercepat peredaran produk ramah lingkungan di pasar domestik.
Selain itu, sejumlah merek lokal seperti Sensatia Botanicals, Avoskin, dan N’PURE telah mengambil inisiatif menerapkan prinsip sustainable beauty. Mereka memanfaatkan bahan alami, menggunakan kemasan daur ulang, dan bahkan terlibat dalam konservasi lingkungan seperti penanaman mangrove.
Kesadaran konsumen juga menunjukkan tren positif dengan kian berkembangnya kosmetik vegan dan diniminati masyarakat. Meski sering disandingkan dalam kampanye pemasaran, kosmetik vegan dan produk ramah lingkungan sejatinya memiliki fokus yang berbeda. Namun, keduanya kini mulai saling melengkapi seiring meningkatnya kesadaran konsumen terhadap keberlanjutan dan etika di tengah tuntutan akan transparansi dan tanggung jawab industri kecantikan. Kombinasi nilai etis terhadap hewan dan kepedulian terhadap bumi inilah yang mendorong lahirnya kategori produk kecantikan yang tidak hanya cruelty-free, tetapi juga eco-conscious.
President of World Vegan Organization (WVO) dan Vegan Society of Indonesia, (VSI), Dr. Susianto Tseng, menilai hadirnya beragam jenama kosmetik vegan memiliki prospek cerah bahkan hingga lima tahun mendatang. Ia bahkan tak sependapat jika banyak orang menilai pangsa pasarnya kecil.
“Akan besar sekali, karena konsumennya jangan dipikir hanya kelompok atau komunitas vegan tapi siapa pun bisa pakai. Sebaliknya, kalau yang kosmetik tidak vegan, makanan minuman tidak vegan, orang vegan tidak akan konsumsi,” ujarnya kepada Fortune Indonesia.
Meski belum sekomprehensif EcoBeautyScore, perkembangan ini menunjukkan bahwa industri kecantikan Indonesia mulai bergerak menuju transparansi dan keberlanjutan. Diperlukan dukungan lebih luas dari pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen agar langkah-langkah ini berkembang menjadi sistem yang terstruktur dan terukur secara nasional.