BUSINESS

Digempur Barang Impor, PMI Manufaktur November Kembali Kontraksi

Industri mengalami ontraksi lima bulan berturut-turut.

Digempur Barang Impor, PMI Manufaktur November Kembali Kontraksiilustrasi kawasan industri (unsplash.com/PilMo Kang)
03 December 2024

Jakarta, FORTUNE - Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia pada November 2024, masih mencatat kontraksi yakni sebesar 49,6, sedikit meningkat dari PMI Manufaktur Oktober 2024 sebesar 49,2. Adapun, kontraksi ini telah berlangsung selama lima bulan berturut-turut sejak Juli 2024.

Kendati kontraksi, berdasarkan rilis S&P Global, skor PMI Indonesia naik sedikit sebesar 0,4 dibanding bulan sebelumnya. Skor ini lebih baik dibanding negara ASEAN lainnya seperti Malaysia dan Vietnam yang mengalami penurunan dari bulan sebelumnya masing-masing sebesar 0,3 dan 0,4.

Kenaikan sedikit skor PMI manufaktur Indonesia ini lebih disebabkan karena resiliensi Industri manufaktur dalam negeri.

“Kami tidak heran dengan kondisi indeks PMI manufaktur yang cenderung stagnan di bawah 50 di saat sebagian besar negara-negara ASEAN lainnya memiliki indeks PMI manufaktur di atas 50 atau ekspansif,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief di Jakarta, Senin (2/12).

Survei PMI dari S&P Global ini dilakukan kepada perusahaan industri eksiting yang sedang beroperasi di Indonesia, dan bukan calon investor. Masih banyak regulasi yang belum mendukung industri dalam negeri, padahal regulasi tersebut dibutuhkan oleh manufaktur.

Regulasi yang ada saat ini, menurutnya justru mempersulit ruang gerak industri untuk meningkatkan utilisasi produksinya.

Sementara itu, gempuran produk jadi Impor legal maupun ilegal, ditengarai masih menjadi penyebab kontraksi PMI manufaktur Indonesia pada bulan lalu.

Pasar domestik yang dibanjiri produk impor tersebut pada akhirnya menekan permintaan atas produk dari industri dalam negeri. Hal ini juga dipengaruhi oleh pemberlakuan kebijakan relaksasi impor yang telah berkonsekuensi terbuka pintu seluas-luasnya bagi produk jadi impor dan telah membanjiri pasar Indonesia. 

Perbandingan instrumen trade measures yang dimiliki Indonesia dengan negara lain menunjukkan betapa terbukanya pasar domestik Indonesia. Sebagaimana diketahui, trade measures adalah instrumen kebijakan yang diberlakukan oleh negara-negara WTO untuk menghambat masuknya produk impor ke pasar domestik mereka.

Indonesia memiliki 207 jenis instrumen ini untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik. Sementara anggota WTO lain seperti RRT dan Amerika berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures.

Bahkan di negara-negara ASEAN, instrumen trade measures Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Thailand, Filipina, dan Singapura yang memiliki instrumen trade measure masing-masing sebesar 661, 562, dan 216.


 

Kebijakan pengamanan industri

Kemenperin mendorong pemberlakuan instrumen pengamanan terhadap industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius akibat lonjakan produk impor. Upaya ini sejalan dengan aturan World Trade Organization (WTO) berupa trade remedies, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).

Pemerintah juga perlu menjaga permintaan bagi sektor industri. Economics Director S&P Global Market Intelligence Paul Smith dalam rilis S&P Global mengatakan, permintaan adalah kunci bagi kinerja sektor pada masa depan. 

Tanpa adanya peningkatan penjualan, yang masih jauh dari kepastian meskipun perusahaan optimis, performa sektor ini kemungkinan akan tetap tertekan dalam waktu mendatang.

Oleh karenanya, Kemenperin menilai permintaan dan peningkatan penjualan harus terus dikawal dan dijaga, agar dalam kondisi pasar yang sedang lemah, industri dalam negeri bisa dipastikan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Dengan cara mengurangi masuknya barang legal yang murah dan terus perangi masuknya barang ilegal,” ujar Febri.

Related Topics

    © 2024 Fortune Media IP Limited. All rights reserved. Reproduction in whole or part without written permission is prohibited.