Dampak Vaksin Covid-19, Laba Konsolidasi Bio Farma Melesat 567,8%
Bio Farma mencatatkan pendapatan Rp43,4 triliun.
Jakarta, FORTUNE – Holding farmasi BUMN, Bio Farma, secara konsolidasi meraup laba bersih Rp1,93 triliun pada 2021. Raihan tersebut mencapai 186,9 persen dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2021. Jika dibandingkan capaian tahun sebelumnya, peningkatannya 567,8 persen.
"Kenaikan ini antara lain dampak dari pengadaan vaksin Covid-19 untuk pemerintah baik sifatnya penugasan maupun reguler,” ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI virtual, Senin (23/5).
Bio Farma membukukan pendapatan Rp43,4 triliun atau 253,7 persen dari target RKAP 2021. Jika dibandingkan dengan pendapatan 2020, peningkatannya 20,53 persen. Perolehan ini didominasi pengadaan vaksin Covid-19 untuk pemerintah sebesar Rp26,81 triliun.
"Di samping itu, kami mendapat kenaikan pendapatan dari sinergi anak usaha mulai dari alat kesehatan, suplemen-suplemen, dan obat-obat penanganan terapeutik seperti favipiravir, oseltamivir, dan vaksin itu sendiri," katanya.
Kinerja perseroan sangat positif
Dari postur EBITDA, Bio Farma tumbuh 263 persen, mencapai Rp4,027 triliun sepanjang 2021. EBITDA ini naik 193,5 persen dari target RKAP 2021.
Hasil dari bisnis regular dan pengadaan produk terkait Covid-19 untuk pemerintah menjadikan posisi neraca positif. Hal ini tergambarkan dalam realisasi total aset sebesar Rp 40,44 triliun per 31 Desember 2021 atau naik 23,71 persen dari 31 Desember 2020. Total aset tersebut melebihi target RKAP 2021 sebesar 136,6 persen.
"Meskipun realisasi total liabilitas naik 36,86 persen per 31 Desember 2021, ini masih mencerminkan level sehat dari sisi korporasi. Arus kas operasi mengalami positif sebesar Rp6,59 triliun. Pencapaiannya 360,68 persen lebih tinggi dari target RKAP 2021 dan meningkat 34.307,42 persen dari tahun 2020," ujarnya.
Belanja modal perseroan 2022
Demi terus bertumbuh, Honesti menyatakan perseroan telah menyiapkan belanja modal atau capital expenditure untuk 2022 yang totalnya mencapai Rp3,1 triliun. Dana tersebut dibagi untuk tiga entitas.
Pertama, untuk holding, Bio Farma dialokasikan Rp1,8 triliun. Kemudian, Kimia Farma mendapat Rp1,3 triliun, dan terakhir Indofarma Rp72,72 miliar.
Untuk program pengembangannya sendiri, Honesti mengatakan telah beroleh persetujuan dari pemegang saham mayoritas, yakni Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan sebagai pemberi Penanaman Modal Negara (PMN). Sebab, pada akhir 2020 holding farmasi ini mendapatkan penyertaan PMN Rp591,6 miliar.
“Kita terus mencari growth story mealui rencana capex yang kita sepakati bersama,” ujar Honesti.