Industri Minuman Ringan Tumbuh 3,1 Persen pada 2023, AMDK Mendominasi
Banyak yang mengalami kontraksi.
Fortune Recap
- Industri minuman ringan tumbuh 3,1% secara tahunan pada 2023.
- Pertumbuhan didominasi oleh air minum dalam kemasan (AMDK).
- AMDK menyumbang 60% terhadap pertumbuhan di industri minuman.
Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) mengungkapkan tingkat penjualan tahunan secara umum untuk industri minuman ringan mengalami pertumbuhan 3,1 persen pada 2023.
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo mengatakan penyumbang utama pertumbuhan tersebut adalah air minum dalam kemasan (AMDK).
Jika AMDK tidak diikutkan dalam industri ini, kata Triyono, pertumbuhan minuman ringan mengalami negatif 2,6 persen, katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/3).
Triyono mengatakan berdasarkan kategori, AMDK sangat mendominasi dengan kontribusi 60 persen terhadap pertumbuhan dalam industri minuman. Urutan kedua adalah teh dalam kemasan.
Hal itu menjadi tantangan bagi pelaku usaha industri minuman agar ke depan penjualan berbagai kategori minuman bisa merata.
Setidaknya ada empat subsektor dalam industri ini: minuman berkarbonasi, minuman berenergi, sari buah, dan minuman berperasa.
"Kami melihatnya belum sustainable dan belum kuat karena masih bergantung pada satu kategori. Idealnya kategori-kategori lain bisa tumbuh, tapi nyatanya tidak," ujarnya.
Tantangan industri minuman ringan
Beberapa tantangan yang menghambat untuk industri minuman ringan bertumbuh, menurut Triyono, setidaknya ada tiga.
Pertama adalah krisis geopolitik, termasuk dinamika yang mengitari perang Rusia-Ukraina yang berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan menganggu rantai pasokan global.
Tantangan kedua adalah kemarau berkepanjangan, yang juga mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara dan mendongkrak harga bahan baku.
Sebagai contoh, harga gula mengalami kenaikan sebesar 16,48 persen dari 2022 ke 2023.
Faktor ketiga adalah laju tingkat inflasi komponen harga pangan yang mencapai 8,47 persen pada Februari 2024, lebih tinggi dari laju inflasi secara umum, yaitu 2,61 persen secara tahunan.
Hal ini berimbas terhadap menurunnya daya beli masyarakat, yang fokusnya tersita oleh kebutuhan primer.
Kendati demikian, Triyono mengatakan bahwa pelaku usaha minuman ringan optimistis bahwa 2024 merupakan kesempatan bagi industri minuman untuk bangkit dari keterpurukan.
"Kami melihat 2024 kesempatan untuk rebound karena covid sudah lewat dan orang-orang sudah bebas, tapi memang ada tantangan karena ada Pilpres sehingga sedikit membuat kami berpikir ke depannya bagaimana policy-nya," katanya.