Tujuh BUMN yang Masih Merugi, Ada KRAS Hingga Perumnas
Erick Thohir berusaha merestrukturisasi BUMN sakit.
Fortune Recap
- PT Krakatau Steel mengalami tantangan signifikan dan kebakaran baru-baru ini.
- PT Bio Farma dan PT Indofarma menghadapi penurunan nilai vaksin COVID-19 dan restrukturisasi.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan bahwa meski mayoritas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini berada dalam kondisi sehat, masih terdapat beberapa perusahaan yang terus mengalami kerugian. Dari total 47 BUMN, sebanyak 40 di antaranya telah mencatatkan arus kas positif atau sehat, dan sisanya mencatatkan kinerja buruk.
"Ada 7 BUMN yang masih cash flow negatif atau rugi, dan ini yang membutuhkan kerja keras dalam beberapa tahun ke depan," kata Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR-RI, Senin (4/11).
Dalam kesempatan ini, Erick menjelaskan penyebab dari ketujuh BUMN tersebut mencatatkan kinerja negatif.
PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), misalnya, merupakan salah satu perusahaan yang menghadapi tantangan signifikan, padahal telah mengalami restrukturisasi sejak 2019. Untuk mengatasi kondisi ini, Erick mengatakan upaya mencari solusi lebih lanjut, termasuk potensi kerja sama untuk meningkatkan EBITDA perusahaan, tengah dijalankan.
“Sayangnya, kebakaran yang terjadi baru-baru ini mengganggu operasional keseluruhan,” ujarnya.
Pada sektor farmasi, PT Bio Farma juga menghadapi tantangan besar karena adanya impairment atau penurunan nilai terhadap sisa vaksin COVID-19 yang sudah kedaluwarsa.
Dia mengatakan bahwa keputusan ini bukanlah kesalahan, tetapi bagian dari strategi penanganan COVID-19 yang terhitung mendesak.
"Saat itu, kita ditugaskan membeli vaksin sebanyak mungkin untuk memastikan stok aman. Namun setelah pandemi mereda, vaksin yang tersisa menjadi kerugian," ujarnya,
Selain Bio Farma, PT Indofarma juga menjadi perhatian dengan rencana mencari mitra untuk suplai bahan baku yang kemudian akan diproses di dalam negeri.
Erick mengungkapkan ambisi besar untuk membawa Indofarma ke dalam rantai pasok global industri kesehatan, serupa dengan kesuksesan Bio Farma yang telah memperoleh komitmen distribusi vaksin folio senilai Rp1,4 triliun dari pasar internasional.
Pada sektor konstruksi, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) tengah menjalani proses restrukturisasi menyeluruh.
Saat ini, Waskita Karya juga berhasil mencapai kesepakatan restrukturisasi sebesar Rp26 triliun dengan 21 kreditur.
"Kami sudah memiliki jalur restrukturisasi untuk Wijaya Karya, termasuk evaluasi mendalam terkait Wika Realty yang mengalami [overexpansion] sebelumnya," kata Erick.
Perumnas dan PNRI dalam fokus restrukturisasi
Untuk Perumnas, Erick merencanakan perubahan model bisnis, dari membangun rumah tapak (landed house) menjadi hunian vertikal guna mengatasi keterbatasan lahan di Indonesia yang hanya 30 persen darat dan sisanya laut.
Ia juga mengkritik penugasan pemerintah daerah yang tidak dilengkapi dengan akses jalan, listrik, dan air.
“Penduduk kita akan tembus 315 juta, jadi tidak mungkin terus membangun landed house,” kata Erick.
PT Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) juga berada dalam daftar perusahaan yang mengalami kerugian. Erick menyoroti perubahan pasar yang kini lebih terbuka dan mengakibatkan PNRI kalah bersaing.
“Kami akan restrukturisasi sesuai kebutuhan pasar terbuka,” ujarnya.
Konsolidasi BUMN sebagai strategi jangka panjang
Erick menyampaikan bahwa jumlah BUMN yang terlalu banyak justru menghambat sinergi dan kesehatan usaha. Beberapa klaster, seperti energi, pangan, dan telekomunikasi, kini disederhanakan, dan terdapat rencana merger antara PTPN dan Perhutani untuk mendukung swasembada pangan.
Pada sektor telekomunikasi, Telkom dan Peruri kini bergabung, dan Erick menyebutkan rencana untuk mendorong penggunaan produk dalam negeri pada sektor rumah sakit yang berada di bawah Bio Farma.
Selain itu, sektor logistik dan maritim, yang terdiri dari KAI, POS Indonesia, dan Pelindo, akan diperkuat dengan menggabungkan Pelni dan ASDP sebagai upaya meningkatkan daya saing Indonesia sebagai negara maritim.
"Banyaknya BUMN tidak mencerminkan kesehatan usaha. Kami mengonsolidasikan dari 114 BUMN menjadi 47, dan targetnya akan menjadi 30," kata Erick.