Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Finalisasi Tarif Resiprokal, Indonesia Lobi AS untuk Bea Masuk Produk Unggulan

Budi Santoso ditunjuk oleh Presiden Prabowo sebagai Menteri Perdagangan. ANTARA FOTO/M Adimaja
Budi Santoso ditunjuk oleh Presiden Prabowo sebagai Menteri Perdagangan. ANTARA FOTO/M Adimaja
Intinya sih...
  • Negosiasi tarif ekspor-impor Indonesia-AS masih berlangsung intensif
  • Pemerintah menargetkan penyelesaian negosiasi sebelum 1 September 2025
  • Fokus utama perundingan adalah menekan tarif ekspor produk unggulan Indonesia di pasar AS

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan finalisasi negosiasi tarif ekspor-impor dengan Amerika Serikat (AS), dengan target rampung sebelum 1 September 2025. Fokus utama pemerintah adalah melobi tarif 0 persen bagi produk-produk unggulan nasional seperti nikel dan minyak kelapa sawit (CPO).

Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan proses pembahasan teknis berlangsung intensif untuk mencapai kesepakatan yang paling menguntungkan.

“Sekarang proses negosiasi juga masih berjalan sebenarnya. Mudah-mudahan sebelum 1 September sudah selesai,” kata Budi dalam konferensi pers di auditorium Kemendag, Jakarta, Senin (4/8/2025).

Negosiasi ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan tarif resiprokal pemerintahan Presiden Donald Trump. AS pada dasarnya telah menyetujui tarif sebesar 19 persen untuk produk Indonesia.

Menurut Budi, angka ini sudah sangat kompetitif dibandingkan negara tetangga. Sebagai perbandingan, tarif yang dikenakan untuk sejumlah produk dari Vietnam adalah 20 persen, Malaysia 25 persen, sementara Thailand dan Kamboja mencapai 36 persen.

“Kalau kita lihat, kita ini dapat tarif resiprokal 19 persen. Artinya ini tarif yang cukup bagus atau tarif yang kecil di antara negara-negara ASEAN,” kata Budi.

Meski demikian, pemerintah melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan lebih besar, terutama bagi komoditas strategis yang tidak diproduksi oleh AS.

“Ya, terutama untuk komoditas yang tidak dimiliki atau tidak diproduksi oleh Amerika,” ujarnya, merujuk pada target penurunan tarif bagi produk seperti nikel, rempah-rempah, mineral kritis, kopi, dan kakao.

Hingga saat ini, Budi menjelaskan bahwa produk Indonesia yang masuk ke pasar AS masih menggunakan tarif dasar universal sebesar 10 persen. Penyebab dari hal tersebut adalah nota kesepahaman (MoU) resmi antara kedua negara yang akan memberlakukan tarif resiprokal tersebut belum ditandatangani.

Proses finalisasi teknis, termasuk penentuan daftar komoditas prioritas, masih terus berjalan. Pemerintah Indonesia diketahui telah memetakan setidaknya 10 negara dan komoditas pesaing utama di pasar AS untuk memperkuat posisi dalam negosiasi lanjutan.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us