Kelakuan Baru Gen Z dan Milenial, Suka Kerja di Malam Hari
Budaya kerja mengarah ke pola kerja jarak jauh.
Jakarta, FORTUNE – Survei terbaru dari Adobe mengungkap soal kebiasaan kerja para pekerja dari generasi Z dan milienial. Faktanya, kelompok pekerja muda tersebut lebih suka untuk bekerja di malam hari. Tingkah mereka ini jelas berlawanan dengan kebiasaan di dunia kerja saat ini yang dimulai dari pagi hari.
Laman Fortune.com melansir, Senin (26/4), banyak profesional muda, terutama generasi Z dan milenial, yang merasa lebih produktif jika bekerja pada malam hari.
Sebanyak 26 persen generasi Z, misalnya, memilih untuk membuka laptop usai matahari terbenam. Sedangkan, bagi generasi milenial, 18 persen di antaranya menyatakan memiliki hal serupa.
Sebagai perbandingan, hanya 13 persen generasi X dan 6 persen boomer yang memiliki minat bekerja di malam hari.
Survei Adobe ini dilakukan demi melihat pada waktu mana pekerja dari berbagai kelompok usia dapat mencapai produktivitas dalam bekerja. Jajak pendapat tersebut melibatkan lebih dari 5.500 pekerja di seluruh dunia termasuk Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang.
Namun, studi secara terpisah menunjukkan pekerja yang suka bekerja malam hari memiliki peluang lebih kecil untuk meraih kesuksesan, ketimbang mereka yang bangun lebih pagi untuk bekerja.
Tengok saja beberapa profesional yang sukses, seperti Tim Cook, Michelle Obama, dan Jack Dorsey. Mereka adalah orang yang memulai pekerjaannya mulai pagi, dengan membaca email sembari menikmati kopi, dan bahkan menyempatkan berolahraga sebelum matahari terbit.
Budaya kerja
Meski demikian, tingkah laku para pekerja muda ini kemungkinan dapat dipahami. Apalagi, tren bekerja saat ini semakin mengarah ke pola kerja jarak jauh.
Sekitar 70 persen pekerja muda menyebut akan berhenti dari pekerjaan mereka demi bisa mengontrol jadwal kerja. Sementara itu, dua per tiga pekerja akan berganti pekerjaan untuk memilih pekerjaan yang bisa dilakukan secara jarak jauh.
Setengah dari pekerja Gen Z berencana untuk meninggalkan perusahaan mereka karena masalah waktu dan produktivitas, menurut penelitian Adobe.
“Generasi karyawan yang lebih muda menyampaikan mandat atau permintaan yang tidak terucapkan kepada perusahaan bahwa fleksibilitas tempat kerja dan jadwal sangat penting tidak hanya untuk menarik dan mempertahankan mereka, tetapi juga untuk memastikan mereka dapat bekerja secara efektif,” begitu bunyi penelitian tersebut.
Studi ini juga menemukan bahwa fleksibilitas jadwal dan lokasi merupakan salah satu alasan karyawan untuk bertahan di perusahaan.
Namun menurut penelitian, hanya 19 persen bisnis di AS, 22 persen bisnis di Inggris, dan 12 persen bisnis di Jepang, yang menawarkan jam kerja fleksibel.
Tapi itu perlahan akan berubah. Buktinya, menurut penelitian, dalam enam bulan terakhir lebih dari sepertiga manajer di seluruh dunia telah menerapkan jam kerja fleksibel di perusahaannya.
“Adaptasi ini mudah tetapi tidak datang dalam semalam—mereka membutuhkan perspektif baru, kepercayaan yang diperbarui pada kompetensi dan keandalan karyawan, restrukturisasi proses yang sudah ketinggalan zaman, dan penerapan alat yang tepat,” katanya.