Ongkos Kirim & Bahan Baku Melonjak, Uniqlo Bakal Naikkan Harga Produk
Uniqlo berusaha agar harga produknya kompetitif.
Jakarta, FORTUNE – Riset McKinsey & Company yang memprediksi bahwa para produsen fesyen akan menaikkan harga produknya pada 2022 mulai terlihat kebenarannya. Fast Retailing, peritel jenama Uniqlo, bisa jadi contoh. Perusahaan itu baru saja menyatakan pertimbangannya untuk merevisi harga sejumlah produknya.
"Kami telah mencapai titik ketika kami tidak punya pilihan selain menaikkan harga beberapa produk," kata Takeshi Okazaki, chief financial officer induk ritel multinasional itu, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (14/1) sembari menyebut ihwal ongkos lebih tinggi untuk bahan baku dan pengiriman, selain pula mata uang Jepang yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
McKinsey pada Desember 2021 memperkirakan dua per tiga pimpinan perusahaan fesyen akan menyesuaikan harga barangnya rata-rata hingga 3 persen. Bahkan, 15 persen eksekutif menduga kenaikan bisa lebih dari 10 persen. Riset ini dilakukan terhadap lebih dari 220 eksekutif dan pakar mode internasional.
Bukan perkara mudah
Meski begitu, Okazaki mengatakan perubahan harga bukan urusan gampang, terutama bagi perusahaan yang bersaing dalam harga. "Kebijakan dasar kami adalah menghindari kenaikan harga sebanyak mungkin, mengingat pelanggan kami memiliki ekspektasi biaya yang ketat," ujarnya.
Berdasarkan jajak pendapat Reuters pada November 2021, hanya 14 persen perusahaan Jepang yang telah membebankan biaya produknya kepada pelanggan. 40 persen lagi berencana untuk melakukannya.
Saat ini inflasi inti Jepang berada jauh di bawah satu persen, demikian tilikan Bloomberg. Namun, menurut survei dari bank sentral Jepang, ekspektasi konsumen terhadap harga lebih tinggi telah naik ke level tertinggi sejak 2008.
Kinerja Fast Retailing: Laba operasional meningkat
Kinerja peritel Uniqlo saat ini membaik. Laba operasionalnya dalam tiga bulan yang berakhir November 2021 naik 5,6 persen menjadi US$1,04 miliar atau setara Rp14,89 triliun.
Bisnis internasional Uniqlo juga membukukan rekor pada kuartal pertama, didorong oleh penjualan dari Asia Selatan, Amerika Utara, dan Eropa.
Namun, di Tiongkok bisnis mereka terdampak oleh pandemi, penjualan di Jepang, khususnya pakaian musim gugur dan dingin, turun akibat cuaca hangat. Hasil tersebut berbanding terbalik dari beberapa tahun terakhir ketika kedua negara tersebut menjadi pendorong pertumbuhan penjualan dan laba.
Perusahaan sempat berharap terjadi pemulihan bertahap ke tingkat pra-pandemi seiring kemajuan vaksinasi COVID-19, dan terobosan lebih lanjut di pasar Tiongkok. Fast Retailing membuka toko utama di Beijing pada November, megastore ketiganya di Tiongkok daratan, dan berencana untuk membuka 100 lokasi di negara itu setiap tahunnya.