Mengenal Fenomena Rojali di Masyarakat, Apa Dampaknya?

Mal menjadi salah satu tempat nongkrong favorit untuk sekadar “cuci mata” atau jalan-jalan. Banyak orang datang hanya untuk melihat-lihat saja tanpa membelanjakan uangnya.
Kelompok pengunjung tersebut sering kali dikenali sebagai “rojali”. Fenomena rojali merujuk pada pengunjung yang datang, tetapi jarang melakukan pembelian.
Maraknya kelompok pengunjung tersebut ternyata bisa menyebabkan dampak signifikan pada sektor ritel dan pemilik usaha. Berikut informasi tentang fenomena rojali yang menarik diketahui di bawah ini.
Apa itu fenomena rojali?
Istilah “rojali” merupakan singkatan dari "rombongan jarang beli". Dalam dunia usaha dan ekonomi, rojali merujuk pada pengunjung yang hanya datang ke toko, kafe, atau pusat perbelanjaan untuk melihat-lihat, menikmati suasana, berfoto, dan tidak melakukan transaksi pembelian.
Artinya, fenomena rojali merupakan fenomena saat pengunjung hanya menghabiskan waktu dengan menikmati suasana dan jarang melakukan transaksi pembelian. Sebutan yang merujuk pada pengunjung yang jarang berbelanja dipandang sebagai ekspresi sosial atas kondisi daya beli yang melemah.
Penyebab fenomena rojali
Fenomena satu ini tidak muncul begitu saja. Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya aktivitas tersebut. Pendapatan menurun menjadi salah satu penyebab utama yang mendorong masyarakat untuk membatasi biaya belanja.
Berikut beberapa penyebab fenomena rojali lainnya di tengah masyarakat:
1. Pendapatan masyarakat menurun
Penyebab utama munculnya rombongan jarang beli adalah menurunnya pendapatan masyarakat. Kondisi tersebut mengakibatkan banyak orang lebih memilih untuk menyimpan uangnya daripada membelanjakannya.
2. Kebutuhan hiburan yang terjangkau
Jalan-jalan tanpa berbelanja kini menjadi pilihan hiburan terjangkau bagi masyarakat urban di kota besar Indonesia.
3. Menurunnya daya beli masyarakat
Seiring dengan menurunnya pendapatan masyarakat, daya beli konsumen juga ikut menurun. Akibatnya banyak orang yang hanya datang ke pusat perbelanjaan tanpa melakukan pembelian untuk menghemat biaya hiburan.
4. Ketidakpastian ekonomi global
Gejolak ekonomi yang marak terjadi di berbagai negara, seperti perang dagang, nilai tukar mata uang, dan inflasi mendorong masyarakat untuk memilih menyimpan aset atau menginvestasikannya pada instrumen yang stabil.
Dampak fenomena rojali
Fenomena rojali yang meningkat tidak boleh disepelekan karena bisa membawa dampak signifikan terhadap kondisi ekonomi. Meskipun tampak menguntungkan dari sisi konsumen, aktivitas tersebut bisa merugikan sektor usaha.
Berikut sejumlah dampak fenomena rojali yang perlu diwaspadai:
1. Pemilik usaha dan ritel merugi
Bagi pelaku usaha ritel, fenomena rojali dapat berdampak signifikan pada penurunan omzet harian. Bahkan, pemilik usaha dapat merugi karena tidak bisa mengimbangi biaya operasional yang tinggi.
2. Potensi angka pengangguran naik
Perusahaan bisa mengurangi produksi hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) saat permintaan menurun. Angka pengangguran akan meningkat dan pencari kerja mengalami kesulitan mencari pekerjaan.
3. Pertumbuhan ekonomi melambat
Daya beli yang menurun menjadi pertanda menurunnya konsumsi rumah tangga yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi melambat.
Fenomena rojali pada 2025
Rombongan jarang beli marak terjadi di sejumlah pusat perbelanjaan kota-kota besar di Indonesia. Pengunjung mal didominasi oleh orang yang sekadar jalan-jalan dan tidak melakukan pembelian.
Tren ini paling terlihat pada kalangan masyarakat kelas menengah atas yang biasanya menjadi penggerak utama konsumen. Ketika tingkat konsumsi menurun, efeknya akan terasa pada pertumbuhan ekonomi, terutama sektor ritel.
Sebelum fenomena rojali marak pada 2025, kondisi serupa sudah pernah terjadi pada tahun sebelumnya. Pada 2024, fenomena rojali pernah dirasakan oleh Agus Arya, seorang pemilik kafe di Yogyakarta. Ia mengeluhkan minimnya pendapatan akibat aktivitas rombongan jarang beli.
Lewat video yang diunggah di akun Instagram pribadinya @agus_arya, kebanyakan pengunjung kafenya adalah mahasiswa yang datang hanya untuk mengakses WiFi tanpa memesan menu di tempat tersebut.
Munculnya fenomena rojali bukan sekadar perubahan sikap konsumen. Kondisi ini dapat menjadi cerminan bahwa daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Ramainya pusat perbelanjaan tidak selalu sejalan dengan tingginya transaksi.