Ini 14 Negara yang Terkena Tarif Tinggi Amerika, Berlaku 1 Agustus 2025

- 14 negara yang terkena tarif tinggi AS mulai 1 Agustus 2025, termasuk Indonesia
- Besaran tarif antara 25% hingga 40%, dengan Indonesia dikenakan tarif sebesar 32%
- Pemerintah AS juga memperingatkan negara-negara tersebut untuk tidak mencoba menghindari tarif melalui praktik re-export
Jakarta, FORTUNE - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang hubungan dagang internasional dengan kebijakan tarif impornya yang kontroversial. Setelah memberi jeda selama 90 hari sejak 2 April 2025, Trump akhirnya mengumumkan 14 negara yang terkena tarif tinggi Amerika Serikat mulai 1 Agustus 2025.
Kebijakan disampaikan melalui unggahan beruntun di platform media sosial Truth Social, termasuk tangkapan layar surat resmi yang dikirim kepada para pemimpin negara-negara tersebut. Langkah ini disebut sebagai bagian dari strategi AS untuk mengurangi defisit perdagangan dengan negara-negara mitranya.
Lantas, negara mana saja yang terdampak tarif tinggi AS? Berikut ini informasinya.
Daftar negara yang terdampak tarif tinggi oleh Amerika
Dalam suratnya, Presiden Trump menyebut bahwa barang-barang impor dari 14 negara tersebut akan dikenai tarif menyeluruh antara 25% hingga 40%, tergantung pada negara asal. Berikut daftarnya:
Jepang: 25%
Korea Selatan: 25%
Malaysia: 25%
Kazakhstan: 25%
Tunisia: 25%
Afrika Selatan: 30%
Bosnia dan Herzegovina: 30%
Indonesia: 32%
Bangladesh: 35%
Serbia: 35%
Kamboja: 36%
Thailand: 36%
Laos: 40%
Myanmar: 40%
Trump menekankan bahwa besaran tarif dapat disesuaikan—dinaikkan maupun diturunkan, berdasarkan “hubungan dagang” antara masing-masing negara dengan Amerika Serikat.
Selain itu, AS juga memperingatkan negara-negara tersebut untuk tidak mencoba menghindari tarif melalui praktik re-export, yakni mengirimkan barang terlebih dahulu ke negara ketiga sebelum tiba di Amerika. Jika terbukti melakukan itu, tarif tambahan yang lebih tinggi akan diberlakukan.
Indonesia dikenakan tarif 32%
Indonesia menjadi salah satu negara yang dikenai tarif lebih tinggi, yakni sebesar 32%. Surat resmi dari Presiden Trump bahkan ditujukan langsung kepada Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.
Sejumlah sektor ekspor Indonesia yang berpotensi terdampak meliputi produk tekstil, alas kaki, elektronik ringan, dan furnitur. Pemerintah Indonesia belum menyampaikan tanggapan resmi terkait hal ini.
Tetapi, kebijakan ini juga berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah melemah pada perdagangan Selasa pagi (8/7). Pada pukul 09.21 WIB, rupiah tercatat berada di posisi Rp16.253 per dolar AS, turun 14 poin atau 0,08% dari posisi penutupan Senin sore (Rp16.239).
Kemungkinan adanya kebijakan tarif tambahan
Sebelumnya, pada 2 April 2025, Presiden Trump menetapkan tarif impor menyeluruh sebesar 10% untuk seluruh negara, yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan". Namun, setelah terjadi gejolak di pasar keuangan global, pemerintah AS menangguhkan penerapan tarif di atas 10% selama 90 hari guna membuka ruang negosiasi dagang.
Tarif tambahan tersebut seharusnya mulai diberlakukan kembali pada 9 Juli 2025. Akan tetapi, surat resmi kepada 14 negara terkait tarif baru telah dikirim sebelum batas waktu tersebut.
Sejauh ini, Amerika Serikat telah mencapai tiga kesepakatan perdagangan, yakni dengan Inggris, Vietnam, serta kesepakatan parsial bersama Tiongkok terkait pengurangan tarif balasan.
Di sisi lain Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa masih ada beberapa kesepakatan yang sedang dalam proses, dan pengumuman lanjutan direncanakan dalam waktu dekat. Sementara itu, dalam suratnya kepada negara-negara yang terdampak, Trump juga menyampaikan peringatan bahwa setiap tindakan balasan berupa kenaikan tarif terhadap barang AS akan dibalas dengan penambahan tarif secara proporsional.
Di samping itu, pemerintah AS juga menyatakan rencana penambahan tarif 10% terhadap negara-negara yang dianggap mendukung kebijakan kelompok BRICS. Hal ini menyusul pernyataan sikap dari beberapa anggota BRICS yang diklaim bertentangan dengan kepentingan ekonomi AS.
BRICS yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini telah diperluas dengan enam anggota baru, termasuk Indonesia. Pemerintah AS menegaskan bahwa dinamika hubungan diplomatik akan tetap menjadi salah satu pertimbangan dalam penyesuaian kebijakan tarif ke depan.