Soal Garap Rumah Subsidi 18 Persegi, Ciputra Group: Masih Studi Pasar

- PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menanggapi kemungkinan menggarap rumah subsidi 18 meter persegi sebagai solusi atas tantangan keterjangkauan perumahan di Jakarta dan sekitarnya.
- Direktur CTRA, Meiko Handoyo Lukmantara menyatakan bahwa pihaknya masih akan mengkaji potensi proyek itu secara menyeluruh dengan melihat demand pasar sebelum mengambil keputusan.
- Direktur CTRA Budiarsa Sastrawinata menambahkan bahwa ukuran rumah mungil tersebut sudah tidak asing lagi, sehingga solusi rumah mungil ini dinilai lebih memungkinkan bagi pengembang maupun masyarakat.
Jakarta, FORTUNE - PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menanggapi kemungkinan menggarap rumah subsidi 18 meter persegi.
Direktur CTRA, Meiko Handoyo Lukmantara menyatakan bahwa perusahaan belum mengambil keputusan dan masih akan mengkaji potensi proyek itu secara menyeluruh dengan melihat permintaan pasar.
"Apakah kami mau ikut, ya ini nanti kembali kepada studi pasar," kata dia usai public expose CTRA tahun buku 2024, Selasa (18/6).
Menurut Meiko, ide rumah subsidi 18 meter persegi tersebut muncul sebagai solusi atas tantangan keterjangkauan perumahan di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Harga lahan yang terus melambung di wilayah Jabodetabek mendorong pemikiran untuk menghadirkan hunian meskipun mengorbankan ukuran.
CTRA menyebut saat ini memiliki lahan di Jabodetabek dengan konsep transit oriented development (TOD) alias terintegrasi dengan fasilitas transportasi umum. Dengan luas rumah yang sesuai aturan saat ini, menurut dia hal ini cukup untuk membantu warga Jabodetabek memiliki tempat tinggal dan bekerja. Sehingga masyarakat tetap memiliki hunian yang layak.
Direktur CTRA Budiarsa Sastrawinata menambahkan apabila aturan rumah bersubsidi telah terbit, maka tak menutup kemungkinan perusahaan akan ikut terlibat dalam proyek tersebut. Apalagi, ukuran rumah mungil tersebut sudah tidak asing karena luasnya setara dengan apartemen studio.
"Nah kalau di apartemen segitu oke, kalau di atas tanah kan pasti lebih oke dong dengan ukuran yang sama," ujar dia.
Menjawaab pertanyaan mengapa tidak membangun bangunan mid-rise dengan ketinggian 4-12 lantai sehingga karena harga tanah bisa dibagi per lantai rumah? Budi mengatakan, jenis banguna tersebut bisa jadi menyebabkan biaya untuk konstruksinya akan lebih mahal ketimbang rumah tapak. Maka dari itu solusi rumah mungil ini dinilai lebih memungkinkan bagi pengembang maupun masyarakat.