Dibayangi Resesi Global, Lippo Group yakin Sektor Properti Prospektif
Perpanjangan relaksasi LTV properti diyakini dongkrak kredit
Jakarta,FORTUNE- Memasuki pengujung tahun ini, kondisi perekonomian nasional dan global kembali diguncang ancaman resesi yang dipicu imbas pandemi dan kekacauan rantai pasok global akibat perang Ukraina dan Rusia.
Berbagai lembaga dunia, termasuk Dana Moneter International (IMF), memperkirakan perekonomian global akan masuk jurang resesi pada tahun depan. Dampak dari kenaikan suku bunga yang signifikan dalam waktu singkat disertai lonjakan inflasi akan memukul berbagai sektor ekonomi.
Bahkan, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun depan hanya 2,7 persen dan memperingatkan resesi dunia yang keras jika pembuat kebijakan salah menangani perang melawan inflasi.
Menimbang kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Lippo Group, John Riady, menilai sektor properti sebagai sektor padat karya masih memiliki peluang sebagai bantalan krisis, asalkan dikawal oleh berbagai kebijakan pendukung pertumbuhan.
John menganggap sektor properti telah menunjukkan daya tahan luar biasa selama pandemi. Daya resilensi yang sama, lanjutnya, akan menjadi modal sektor properti melewati masa krisis.
"Yang jelas, sektor properti akan tetap prospektif. Sebabnya, Indonesia masih memiliki kesenjangan kepemilikan pemukiman, selain itu pertumbuhan kelas menengah yang kuat akan menjamin kesinambungan pertumbuhan permintaan tersebut,” kata John via keterangan yang dikutip Senin (24/10).
Perpanjangan relaksasi LTV properti diyakini dongkrak kredit
Pemerintah Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan mengalami revisi, di bawah target yang ditetapkan semula 5,3 persen. Namun, di sisi lain, dalam menghadapi potensi resesi tersebut, pemerintah dan bank sentral telah menerapkan berbagai strategi.
John merespons positif langkah Bank Indonesia yang melanjutkan kebijakan relaksasi rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti maksimal 100 persen.
Mulanya insentif tersebut akan berakhir pada akhir tahun ini, namun Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Oktober lalu memutuskan untuk memperpanjangnya hingga akhir 2023.
“Perpanjangan insentif ini kami yakini akan mendorong penyaluran kredit perbankan kepada dunia usaha, sehingga memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian," kata John.
Terkait sektor properti, John mengatakan sektor tersebut akan tetap berpeluang tumbuh. Dari segi investasi, properti masih jadi aset yang baik di tengah kondisi ekonomi kiwari. Sebagai pemilik konglomerasi properti, dia menilai jika sektor properti bisa diselamatkan maka daya tahan ekonomi nasional bisa lebih kuat.
Sejauh ini sektor properti merupakan salah satu sektor penyangga terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), sekitar 13,6 persen, katanya. Selain itu, terdapat ekosistem industri yang sangat besar terkait sektor properti, sedikitnya 175 jenis industri terlibat dalam sektor tersebut. Dengan postur tersebut, sektor properti diyakini mampu menggerakkan roda perekonomian dan menjadi andalan pendapatan pajak pusat maupun daerah.
Lippo Karawaci masih bukukan pertumbuhan pra penjualan
Menurut John, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) semester pertama ini berhasil membukukan prapenjualan sekitar 47,8 persen dari target 2022 yang senilai Rp5,2 triliun.
Pencapaian prapenjualan pada semester I-2022 tumbuh 7 persen YoY (year on year). Meski demikian, dia mengungkapkan antisipasi terhadap potensi resesi harus tetap dilakukan pelaku industri.
John mengatakan demi mengerem penurunan permintaan akibat daya beli yang tergerus, para pelaku sektor properti harus mampu menawarkan produk yang sesuai agar dapat terserap pasar.
Tidak hanya itu, John menilai kebijakan dari pemerintah juga penting guna menyangga laju sektor properti. “Pelemahan daya beli serta meningkatnya cost bisa diakomodir dengan kebijakan yang menstimulus seperti PPN DTP yang terbukti efektif,” katanya.
Lebih jauh, dia menilai faktor kelas menengah dan permintaan domestik yang besar inilah sebagai juru selamat bagi perekonomian nasional menghadapi kondisi terpuruknya perekonomian global.
Ini keunggulan RI untuk hadapi krisis
Rektor Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, sebelumnya menilai Indonesia memiliki berbagai keunggulan untuk bertahan menghadapi ancaman resesi.
Menurutnya, kehadiran kelas menengah yang secara demografi juga berusia muda yang menjadi mayoritas penduduk, telah memperkuat perekonomian nasional melalui konsumsi domestik. Indonesia memiliki cadangan daya beli domestik cukup besar, terlebih lagi pembangunan infrastruktur kian membuat perekonomian semakin terintegrasi.
“Adanya jalan tol lintas Jawa dan Sumatera yang dibangun sebelum pandemi membuat sisi permintaan dan produksi menjadi lebih terintegrasi,” ujarnya.
Faktor-faktor inilah yang menurut Ari membuat Indonesia jauh berbeda dari negara lain, termasuk Vietnam, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat tinggi di kawasan.
“Indonesia menjadi daerah yang menarik. Kalau ada pabrik perlu kelas menengah pekerja, lalu mereka butuh sekolah, kalau sudah butuh sekolah butuh perumahan, dan kalau butuh perumahan harus ada fasilitas pasar segala macam. Jadi, itulah bedanya Indonesia misalnya dengan Vietnam. Sebab dari sisi kelas menengah, Indonesia lebih banyak,” kata Ari.