Summarecon (SMRA) Kembali Cetak Laba Setelah Tahun Lalu Merugi
Tercermin dalam laporan keuangan Q3 2021.
Jakarta, FORTUNE - PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) sukses bangkit dari kerugian kuartal ketiga 2020. Pada periode sama tahun ini, perseroan berhasil mencetak laba bersih.
Menukil laporan keuangan perusahaan dari keterbukaan informasi BEI, Rabu (1/12), kerugian Rp12,3 miliar tahun lalu telah berganti menjadi laba bersih Rp170,44 miliar sepanjang 9 bulan pertama 2021.
Secara keseluruhan, laba usahanya juga meroket hampir 61,4 persen dari Rp612,2 miliar ke Rp992,8 miliar. Belum lagi, SMRA juga membukukan kenaikan pendapatan bersih hingga 16,2 persen, dari sekitar Rp3,3 triliun (Q3 2020) menjadi hampir Rp3,8 triliun (Q3 2021).
Nah, kira-kira apa saja faktor pendorong di balik pertumbuhan kinerja SMRA tersebut? Mari simak ulasan berikut.
Perincian Pendapatan Neto Summarecon
Pada kuartal ketiga 2021, mayoritas pendapatan neto Summarecon berasal dari pengembang properti pihak ketiga. Nominalnya mencapai Rp2,84 triliun, meningkat 22,4 persen dari Rp2,32 triliun pada periode sama tahun lalu.
Dari sisi pengembang properti, jenis properti terlaris adalah rumah, yang berhasil mencetak pendapatan neto hampir Rp2 triliun. Lalu disusul oleh apartemen dengan Rp458,9 miliar, bangunan komersial senilai hampir Rp302 miliar; kapling hampir Rp58 miliar, perkantoran Rp40,8 miliar, dan pendapatan lain sekitar Rp23,8 miliar.
Sementara itu, properti investasi berhasil menyumbang pendapatan bersih hampir Rp600 miliar. Belum lagi dengan pemasukan dari rekreasi dan perhotelan sejumlah Rp114,6 miliar dan kategori lain-lain senilai Rp234,2 miliar.
Sumber Laba Summarecon
Untuk laba kotor, pengembang properti masih memainkan peran penting bagi perseroan. Sebab, segmen itu berhasil mencetak laba kotor hingga Rp1,52 triliun. Jauh lebih tinggi ketimbang segmen properti investasi (Rp202,12 miliar), rekreasi dan perhotelan (minus Rp1,91 miliar), serta segmentasi lain-lain (Rp13,90 miliar).
Jika dilihat dari segi laba usaha, maka dua segmentasi terakhir mencatat kerugian—masing-masing senilai Rp48,5 miliar dan Rp42,01 miliar. Di sisi lain, segmen pengembang properti dan properti investasi masih mencetak laba—masing-masing Rp955,9 miliar dan Rp127,3 miliar.