Pimpin AKR 40 Tahun, Haryanto Adikoesoemo Lewati Krisis Demi Krisis
Haryanto Adikoesoemo bagai Pablo Picasso.
Jakarta, FORTUNE - Jika AKRA merupakan karya seni, maka seniman yang dapat mewakili kepemimpinan Haryanto Adikoesoemo adalah Pablo Picasso—pelukis yang gemar menggali ilmu pengetahuan sepanjang hidupnya. Begitulah pendapat dua perwakilan manajemen AKRA menyoal rekan sejawatnya.
Berkecimpung hampir 40 tahun di AKRA, Haryanto dihadapkan dengan krisis demi krisis. Bukan hanya pandemi yang terjadi sejak setahun lalu, melainkan juga krisis ekonomi dan sosial puluhan tahun silam. Tak ayal, dia dianalogikan sebagai Pablo Picasso oleh rekan sejawatnya di perseroan.
“(Haryanto) seperti Picasso yang menurut saya memiliki jiwa visioner sehingga karya seninya begitu beragam dan berubah sesuai zaman,” ujar Deputi CEO AKRA, Mery Sofi, melalui pernyataan tertulis kepada Fortune Indonesia (19/10).
Lantas, bagaimana cara sosok yang masuk daftar Businessperson of the Year 2021 versi Fortune Indonesia mengatasi setiap krisis yang dia temui sepanjang karier?
Krisis di Awal Meniti Karier
Kariernya di AKRA bermula pada 1983 ketika dia mengikuti pelatihan manajemen karena ditugaskan sang ayah. Usianya 21, dan dia diberi waktu dua tahun untuk memiliki kesanggupan menguliti operasional sekitar sembilan departemen di perusahaan agar kelak dapat mengambil keputusan bisnis secara optimal.
Setelah masa itu berlalu, dia mengemban tugas sebagai manajer keuangan—posisi penting untuk pertumbuhan korporasi. Saat menduduki jabatan itu, dia mengalami krisis pertama. Pada 1986, rupiah terdevaluasi dari Rp1.100 menjadi Rp1.600 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). “Waktu itu kami cukup panik juga,” katanya mengenang.
Bagai berputar balik, dia dan manajemen perusahaan memutuskan sama sekali tidak menjual barang untuk sementara waktu. Tujuannya satu, menghitung ulang biaya pokok dan penggantian produk-produknya. Setelah beberapa hari, perusahaan kembali menjajakan barang dengan harga baru agar kas kembali mengalir.
Situasi genting sebegitu, menurutnya, perlu ditanggapi dengan keputusan tegas dan kepemimpinan yang dapat diandalkan. Muara dari dua variabel tersebut terlihat di lapangan: tim yang panik akhirnya menemukan titik ketenangan dan mulai menggerakkan lagi roda perusahaan. Setahun kemudian ketika berusia 25, dia naik kelas menjadi Direktur Keuangan AKRA.
Kecamuk Jelang Menjadi Perusahaan Publik
Dari situ, dia tidak butuh waktu lama untuk sampai ke pucuk. Lima tahun. Ketika Haryanto ditunjuk sebagai presiden direktur, AKRA tengah bersiap menanamkan debut sahamnya di pasar modal. Baginya, itu jelas pekerjaan rumah. Perbaikan SOP dan manajemen hingga penguatan kondisi keuangan dan bisnis perusahaan telah menunggu.
IPO berlangsung pada 1994. Dana hasil penawaran saham perdana itu digunakan untuk mengembangkan infrastruktur logistik, membangun terminal penyimpanan baru, serta aset lain di Jawa dan Sumatra. “Sehingga juga memperkuat perusahaan,” ujarnya.
Empat tahun menjadi perusahaan publik, AKRA harus berhadapan dengan krisis 1998. Perekonomian morat-marit, perpolitikan kusut, dan situasi sosial tidak terkendali. Banyak perusahaan diombang-ambingkan ombak krisis, termasuk AKRA.
Sebagai pengambil keputusan tertinggi, Haryanto membentuk dua tim. Satu dikepalai oleh kepala keuangan dan bertugas merestrukturisasi utang; sedangkan satu lagi dipimpin oleh kepala operasional dan memastikan bisnis terselamatkan. Empat keputusan utama diambil: mengurangi tenaga kerja, menjual barang-barang dengan pembayaran tunai, menjual aset untuk modal kerja, mengurangi jumlah produk.
Dalam waktu dua hingga tiga tahun setelahnya ketika ekonomi Indonesia berangsur stabil, AKRA dapat melunasi semua utang. Dari krisis tersebut, putra Soegiarto Adikoesoemo itu menyadari betapa pentingnya mengelola neraca keuangan, kondisi finansial, dan sosok pemimpin yang berani mengambil keputusan serta menyatukan tim di tengah ketidakpastian.
Haryanto Sosok yang Tegas
Menurut Business Unit CEO AKRA, Jimmy Tandyo, Haryanto merupakan pemimpin kuat yang tegas, dengan visi dan target jelas. Saat terjadi krisis misalnya, dia akan langsung memimpin rapat. “(Dia lebih sering) mengukur hasil yang sudah dicapai ketimbang target yang telah ditentukan. Kendala yang ada dibicarakan dengan tim untuk mendapat solusi yang tepat,” katanya kepada Fortune Indonesia (19/10).
Contoh, saat pandemi menghantam, AKRA tetap mampu mengirim pesanan pelanggan dengan tepat waktu berkat terminal terintegrasi di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Terpenting, infrastruktur itu disokong oleh teknologi multifungsi yang dapat berperan sebagai peninjau stok dan proses pengantaran, serta pengontrol keamanan.