Tantangan Global, Merek Otomotif Cina Bidik Afrika Jadi Pasar Baru

- Perusahaan otomotif Cina bidik pasar Afrika untuk memasarkan kendaraan listrik (EV) dan hibrida.
- Hambatan tarif impor di Amerika Serikat dan Eropa mendorong perusahaan mencari pasar baru.
- Produsen mobil Cina akan memperluas produksi lokal dan menawarkan harga terjangkau untuk bersaing dengan merek lama.
Jakarta, FORTUNE – Perusahaan otomotif Cina serius membidik potensi pasar Afrika. Strategi ini terjadi di tengah meningkatnya hambatan tarif dan pembatasan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa, sehingga mendorong banyak perusahaan mencari pasar baru, khususnya dalam memasarkan kendaraan listrik (EV) dan hibrida.
Dilansir dari Reuters, meskipun Afrika dihuni lebih dari satu miliar penduduk, pendapatan masyarakat yang rendah dan bea impor tinggi selama ini jadi hambatan utama bagi produsen mobil untuk meningkatkan penjualan. Selain itu, listrik yang tidak stabil dan minimnya infrastruktur pengisian daya juga memperlambat adopsi kendaraan listrik.
Namun, perusahaan seperti BYD, Chery Auto, dan Great Wall Motor (GWM) mencoba memanfaatkan harga yang lebih murah untuk menembus pasar, dimulai dari Afrika Selatan sebagai pintu masuk strategi kawasan.
“Kami menganggap Afrika Selatan sebagai pasar yang sangat penting untuk ekspansi global kami,” kata Tony Liu, CEO Chery Afrika Selatan dikutip dari Reuters, Kamis (26/6). Ia menyebut negara itu sebagai "gerbang ke benua Afrika."
Hampir separuh dari 14 merek otomotif Cina yang aktif di Afrika Selatan saat ini hadir sejak tahun lalu. Produsen lain seperti DongFeng, Leapmotor, Dayun, dan Changan dikabarkan akan segera memasuki pasar tersebut. Sementara pemain baru berdatangan, perusahaan yang sudah lebih mapan mulai mempertimbangkan produksi lokal, demi mendapatkan insentif pemerintah berupa potongan pajak untuk kendaraan yang dirakit di dalam negeri.
Liu mengatakan, Chery – yang kini menjadi produsen mobil China nomor dua di Afrika Selatan – sedang mempertimbangkan membangun pabrik sendiri atau bermitra untuk merakit mobil, yang nantinya tak hanya untuk pasar lokal, tetapi juga ekspor ke negara-negara Afrika lainnya, bahkan Eropa.
Merek premium milik Chery, Omoda & Jaecoo, juga tengah melakukan studi kelayakan untuk perakitan lokal, ujar manajer umum mereka untuk Afrika Selatan, Hans Greyling.
Sementara itu, GWM—produsen mobil Cina terbesar di Afrika Selatan—menyatakan bahwa selama ini mereka belum memproduksi komponen lokal karena biaya impor dari negara asalnya lebih murah. Namun, COO GWM, Conrad Groenewald, menyebut situasi itu mulai berubah, dan kini mereka mempertimbangkan untuk bermitra dengan produsen lokal atau membangun pabrik semi-rakit (semi-knockdown) yang akan menyelesaikan perakitan dari kit kendaraan.
"Sekarang kami sudah mencapai skala ekonomi yang cukup besar, jadi kami perlu mengkaji ulang studi kelayakan itu dalam 12 bulan ke depan," kata Groenewald.
Hambatan Tarif
Produsen mobil Cina yang sedang gencar beralih ke produksi kendaraan listrik dan hibrida kini menghadapi hambatan besar di Amerika Serikat dan Eropa.
Pertumbuhan penjualan mobil listrik di negara-negara maju lebih lambat dari yang diperkirakan. Ditambah, habatan tarif impor tinggi dari Uni Eropa dan tarif 100 persen dari AS membuat keunggulan harga produk Cina tergerus.
Upaya ekspansi ke pasar berkembang besar seperti India dan Brasil juga terbukti sulit. Meski pasar Afrika masih tergolong kecil, banyak pihak industri melihat potensi pertumbuhan yang besar.
Afrika Selatan, yang selama ini didominasi merek seperti Volkswagen dan Toyota, memproduksi hampir 600.000 mobil tahun lalu. Pemerintah memperkirakan angka itu bisa naik menjadi 1,5 juta unit pada 2035 jika didukung insentif yang tepat.
Mantan kepala Asosiasi Produsen Mobil Afrika pernah memperkirakan bahwa potensi penjualan mobil baru di Sub-Sahara Afrika bisa mencapai 3–4 juta unit per tahun. Dan kini, produsen Cina siap menguji potensi itu.
Chery meluncurkan delapan model mobil hibrida di Afrika Selatan, termasuk lima model plug-in hybrid jarak jauh dan tiga model hybrid biasa. Chery juga akan membawa lini mobil listriknya iCar dan merek baru Lepas ke Afrika Selatan dalam waktu dekat, kata Liu.
Sementara itu, BYD telah masuk ke pasar Afrika Selatan pada 2023. Baru-baru ini mereka menggandakan lini produknya di negara itu, dengan menambah model pikap Shark (plug-in hybrid), SEALION 6 (crossover hybrid), dan SEALION 7 (SUV listrik murni) ke dalam rangkaian produk dari yang sebelumnya hanya mencakup EV.
Hibrida dan Strategi Pan-Afrika
Eksekutif otomotif yang diwawancara Reuters menilai bahwa mobil plug-in hybrid akan jadi model kunci dalam strategi produsen otomotif Cina di Afrika.
"Mobil listrik murni belum benar-benar berkembang di Afrika Selatan," kata Greyling dari Omoda & Jaecoo. "Kami lebih memilih pendekatan lewat hybrid biasa dan plug-in hybrid."
Penjualan kendaraan energi baru di Afrika Selatan – termasuk hybrid biasa, plug-in hybrid, dan EV – naik lebih dari dua kali lipat dari 2023 ke tahun lalu, dan kini menyumbang 3 persen dari total penjualan mobil baru.
Meski penjualan masih tergolong kecil, yaitu 15.611 unit (kebanyakan hybrid biasa), produsen Ciina menilai tren ini sangat menjanjikan. "Berdasarkan pengalaman kami di Cina, begitu pangsa pasar kendaraan energi baru mencapai sekitar 10 persen, permintaan akan melonjak tajam," kata Liu dari Chery.
Namun, para produsen tetap menghadapi keraguan konsumen soal kualitas, ketersediaan suku cadang, dan nilai jual kembali mobil mereka.
Produsen itu mengandalkan harga yang lebih terjangkau dan teknologi yang lebih canggih untuk bersaing dengan merek lama, dengan fokus menawarkan hybrid dan EV dengan harga awal di bawah 400.000 rand (sekitar Rp370 juta).
"Selama harga awalnya tetap terjangkau, mereka bisa bersaing dengan merek lama yang menawarkan spesifikasi serupa," ujar Greg Cress dari perusahaan konsultan Accenture.