Jakarta, FORTUNE – Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang tergabung dalamASEAN-5 (Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura), siap mendahului negara anggota G20 dalam penerapan Quick Response (QR) dan fast payment pada sistem pembayaran lintas batas (cross border patment).
Perry mengatakan, saat ini Indonesia telah mencapai kesepakatan pembayaran lintas batas dengan Thailand dan Malaysia, diikuti oleh Singapura dan Filipina dalam waktu dekat. “Karena sudah lebih dahulu dari G20, ASEAN-5 akan memimpin sebagai contoh yang baik bagi dunia,” ujarnya dalam konferensi internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-16 dan Call for Papers, Kamis (25/8).
Melalui sistem pembayaran lintas batas, mata uang yang digunakan nantinya berupa mata uang lokal di antara ASEAN-5, melalui penerapan Local Currency Settlement (LCS). BI sudah mulai membangun infrastruktur QR dan BI-FAST untuk integrasi pembayaran dan ritel sejak 2019.
Upaya wujudkan rupiah digital
Perihal kesiapan infrastruktur sistem pembayaran lintas batas, Perry mengatakan BI bersama bank sentral lain sudah mendiskusikan platform digital terbaik yang bisa digunakan untuk rupiah digital. Hal ini terkait dengan penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC).
“Dengan berbagai infrastruktur tersebut, tak hanya QR dan fast payment, kami juga menginginkan rupiah digital nantinya tidak hanya digunakan di Indonesia, tetapi bisa untuk transaksi lintas batas,” kata Perry.
BI juga tengah membangun Electronic Trading Platform (ETP) Multimatching sebagai sarana melakukan transaksi pasar keuangan dengan metode multimatching, sekaligus mengembangkan infrastruktur Central CounterParty (CCP), untuk bisa menempatkan diri di antara para pihak yang melakukan transaksi derivatif.
Bersiap hadapi era keuangan digital
Perry juga mengatakan bahwa masa depan bank sentral perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi era baru keuangan digital dan hijau. Hal ini terutama dalam menavigasi ekonomi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
Untuk itu, menurut Perry, persiapan ini harus didukung dengan penguatan pada tiga aspek kunci. Pertama, dalam hal pengembangan proses penciptaan uang digital. Kedua, yakni pengoptimalan penerapan digitalisasi dan teknologi dalam perumusan kebijakan. Terakhir, memperkuat langkah-langkah dalam menghadapi tantangan ekonomi dan keuangan hijau, dengan membangun bisnis proses berbasis digital.