Jakarta, FORTUNE – Rencana akuisisi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) terhadap PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dikabarkan batal. Ekonom menilai, langkah ini sebagai hal positif sekaligus menunjukkan prinsip kehati-hatian.
Ekonom Senior, Ryan Kiryanto menilai, batalnya aksi BTN mengakuisisi Bank Muamalat adalah hal wajar dalam negosiasi aksi korporasi, mengingat banyak pertimbangan yang harus dilakukan.
"Beberapa pertimbangan seperti nilai tambah setelah aksi korporasi dilakukan, visi misi, hingga kesepakatan harga jual-beli yang dinilai cocok untuk kedua belah pihak,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (3/7).
Menurut teori, langkah akusisi untuk mengejar value bisa diibaratkan satu tambah satu menghasilkan lebih dari dua. Bila hasil akuisisi Merger satu ditambah satu tetap dua artinya aksi akuisisi-merger tidak memberikan nilai tambah. “Pastinya untuk beli perusahaan kurang sehat, harganya akan lebih murah,” ujarnya.
Dengan demikian, bila tak ada kesepakatan dalam negosiasi merger, artinya ada hal yang tidak sesuai dari sisi nilai tambah pasca aksi korporasi, kesepakatan harga ataupun kecocokan visi dan misi.
Tak harus sepakat
Senada dengan Ryan, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan bahwa batalnya akuisisi merupakan hal biasa. Apalagi, ada beberapa kemungkinan aksi korporasi BTN tak berlanjut.
Salah satunya bisa disebabkan pemegang saham pengendali Bank Muamalat adalah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang memiliki banyak aturan, termasuk melakukan divestasi. Pasalnya, BPKH sebagai pengelola dana haji mewajibkan investasinya tidak boleh mencatatkan return negatif. Dengan demikian, “Tidak semua due dilligence harus berakhir dengan kata sepakat,” ujarnya.
Sebelumnya, sempat dikabarkan rencana BTN akuisisi Bank Muamalat tidak membuahkan hasil karena adanya ketidaksamaan visi dan ditentang oleh sejumlah pihak termasuk kelompok pendiri Bank Muamalat. Sementara, Menteri BUMN, Erick Thohir, hanya mengatakan bahwa pemerintah menginginkan pasar ekonomi syariah di Indonesia bisa berkembang secara seimbang.
Langkah hati-hati
Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Demokrat, Herman Khairon, memandang pembatalan akuisisi Bank Muamalat membuktikan, BTN menerapkan prinsip kehati-hatian dalam setiap langkah yang diambil. "Dalam aksi korporasi seperti akuisisi merger ini memang dibutuhkan kajian dan analisis yang mengedepankan asas kehati-hatian,” katanya.
Menurut Herman, salah satu hal paling penting dalam akuisisi dan merger adalah kedua belah pihak harus memiliki kesesuaian terkait strategi bisnis, nilai perusahaan, hingga kesesuaian budaya serta visi antar entitas yang berbeda.