Jakarta, FORTUNE – Gubernur BI (Bank Indonesia), Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa inflasi pangan tahunan (year on year/yoy) yang mencapai 10,47 persen pada Juli 2022, bisa turun hingga 5 persen pada periode yang sama 2023. Hal ini bisa diupayakan lewat Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, salah satunya operasi pasar.
Menurut Perry, inflasi pangan adalah permasalahan perut dan rakyat yang memiliki implikasi cukup luas, tidak hanya pada ekonomi, namun juga bisa berpengaruh pada sosial dan politik. “Dengan menurunkan inflasi pangan dari level 10,47 persen (yoy) menjadi 6 persen atau 5 persen, dampak sosialnya akan sangat-sangat besar dalam menyejahterakan rakyat,” ujarnya dalam acara peluncuran Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (10/8)
Perry mengajak seluruh masyarakat dan pemerintah, untuk tidak ragu dalam melakukan operasi pasar dengan harapan dapat menurunkan harga-harga kebutuhan pangan yang naik akibat gejolak situasi global.
Perry menyampaikan bahwa kemerdekaan Indonesia yang diraih selama ini bukan hanya tentang memajukan perekonomian Indonesia, namun juga tentang bagaimana mempertahankannya di tengah berbagai dampak global. “Ini sangat penting, kenapa kita lakukan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Indonesia,” katanya.
Apa itu inflasi pangan?
Salah satu hal yang menjadi fokus Bank Indonesia, menurut Perry, adalah apa yang menjadi dampak dari inflasi pangan yang terjadi. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Juli sendiri tercatat meningkat 4,94 persen dari tahun sebelumnya. Meski masih berada di bawah 5 persen, namun sektor pangan menjadi bagian terbesar dalam inflasi tersebut.
“Yang paling tinggi (dari) inflasi ini, kalau kita pecah adalah inflasi pangan, 10,47 persen. Mestinya inflasi pangan itu tidak boleh lebih dari 5 persen, atau paling tinggi 6 persen,” ucap Perry. “Inflasi pangan itu adalah 20 persen dari komposisi pengeluaran masyarakat, itu secara total. Tapi bagi rakyat di ‘bawah’ bisa 40 atau 50 persen.”
Bagaimana menekan inflasi pangan?
Dalam kondisi masyarakat yang menghadapi tantangan inflasi, pemerintah harus terus mecari solusi yang tepat untuk menopang kesulitan yang dialami rakyat. “Mari kita segera operasi pasar, agar harga-harga cabai, bawang, dan juga telur, daging, kemudian minyak sudah turun, mudah-mudahan nggak naik lagi, ini (semua) bisa turun,” ujarnya.
Perry mengatakan, saat ini, pemerintah pusat tengah mengkoordinasikan supaya Bupati, Wali Kota, maupun Gubernur, bisa menggunakan anggaran daerahnya untuk bisa melakukan operasi pasar.
“Mari, daerah-daerah yang mempunyai produksi lebih, kerja sama antar daerah dengan daerah yang membutuhkan,” ucap Perry.
Masyarakat dan pemerintah perlu kembali menyadari bahwa sektor pertanian amat penting dalam menjaga kestabilan ketahanan pangan. Apalagi, Indonesia merupakan negara agraris, sehingga sektor ini layak untuk dikembangkan, karena menyangkut ketahanan perut dan ketahanan energi.
Kenapa perlu Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi pangan?
Perry juga menyebutkan tentang alasan mengapa pengendalian inflasi penting. “Dunia sedang bergejolak, ekonomi dunia sedang menurun menuju stagflasi atau resesi, di berbagai negara. Harga-harga sangat tinggi. Harga energi dan harga pangan melambung tinggi,” ujarnya.
Suku bunga di berbagai negara maju naik sangat tinggi dan kondisi geopolitik yang kian memanas, khususnya yang terkait perang antara Rusia-Ukraina juga meningkatkan risiko inflasi.
“Rusia dan Ukraina adalah pemasok dari 20 persen energi dan pangan global, itulah kenapa harga-harga pangan dan energi naik tinggi,” tuturnya.
Perry menegaskan bahwa Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Indonesia ini sangat penting di tengah gejolak global yang tak menentu, agar Indonesia terus melaju pengembangkan ekonomi, menuju Indonesia maju.