Jakarta, FORTUNE – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) mengungkapkan isu Cross Border Payment (CBP) di sektor pariwisata masih cukup rumit dan menjadi persoalan pelik suntuk diterapkan di sektor pariwisata. Pasalnya, ekosistem ekonomi di Indonesia–yang kebanyakan diperkuat sektor menengah ke bawah–akan bersaing ketat dengan negara maju yang sudah memiliki kesiapan.
“Karena negara-negara yang maju dan memiliki aplikasi dalam ekosistem digital payment ini akan mengambil peluang dan ruang yang lebih dominan,” kata Sandiaga pada Weekly Press Briefing Kemenparekraf, Senin (25/7).
Kemenparekraf akan memastikan bahwa CBP tidak akan merugikan para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, terutama mereka yang bergerak di level Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “UMKM akan kita pastikan untuk tidak mengalami dampak negatif,” katanya.
People focus
Menparekraf ingin kebangkitan sektor pariwisata di masa pemulihan ekonomi setelah terdampak oleh pandemi Covid-19 berbasis pada people focus, bukan corporation focus. Hal ini juga menjadi jargon dalam kelompok kerja pariwisata (Tourism Working Group/TWG) dalam Presidensi G20 Indonesia.
Sandiaga mengungkapkan fokusnya saat ini mengurangi dampak Covid-19 terhadap masyarakat yang kehilangan pekerjaannya. “Kita melihat bahwa penurunan pariwisata sebesar 80 persen di tahun 2021 dan 75 persen di tahun 2020, bisa kita kembalikan dengan menciptakan 1,1 juta lapangan kerja baru,” ujarnya.
Pembahasan dalam TWG G20
Kemenparekraf akan mengajak negara-negara yang lebih dulu siap menerapkan digital payment berdiskusi terkait CBP di dalam negeri. Isu ini pun akan dibahas lebih dalam lewat TWG G20 dan Bali Guidelines yang akan disiapkan untuk penyelenggaraan KTT G20 di Bali.
“Yang terpenting, kita pastikan kepentingan negara kita (Indonesia), bisa dipertahankan. UMKM dan lapangan kerja pun bisa tetap terberdayakan,” ujar Menteri Sandiaga.
ASEAN Payment Connectivity
Bank Indonesia telah mengungkapkan akan bekerja sama dengan bank sentral di empat negara–Bank Thailand, Bank Negara Malaysia, Otoritas Moneter Singapura, dan Bank Sentral Filipina–untuk membentuk konektivitas pembayaran antarnegara ASEAN (ASEAN payment connectivity).
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Filianingsih Hendarta, mengatakan bahwa ASEAN payment conectivity digagas sebagai pelopor CBP yang tengah diupayakan oleh anggota G20. "Jadi kalau yang lain masih membahas ini itu, kita di ASEAN mungkin akan menjadi first mover Asian five,” ujar Filianingsih dalam diskusi virtual, Kamis (7/7).
Menurut Filianingsih, pembayaran antar negara dapat dilakukan melalui fast payment, open API (application payment interface) dan quick response (QR) code yang berlandaskan Local Currency Settlement (LCS). "Jadi kalau bapak ibu pergi ke 5 negara itu, cukup scan QR mereka. Nanti settlementnya akan dilakukan dalam mata uang masing-masing,” katanya.
Sistem QRIS BI sudah diujicobakan dalam rupa QR Cross Border dengan Malaysia dan Thailand, sehingga konsumen dan pedagang di kedua negara dapat melakukan transaksi pembayaran barang dan jasa melalui QR Code.