Bank Dunia: Indonesia Kekurangan Lapangan Kerja Kelas Menengah

Pada 2002–2018, jumlah kelas menengah naik menjadi 23 persen

Bank Dunia: Indonesia Kekurangan Lapangan Kerja Kelas Menengah
Piqsels
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, Fortune – Setahun lalu Presiden Joko Widodo menyatakan ambisinya bahwa Indonesia kelak menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2045. Keyakinan itu dilontarkan setelah Bank Dunia menganggap Indonesia telah naik kelas dari negara berpendapatan menengah menjadi berpenghasilan menengah ke atas.

Pada 2002 – 2018, jumlah kelas menengah naik menjadi 23 persen dari sebelumnya 7 persen. Antara 2009 – 2019, rata-rata 2,4 juta lapangan pekerjaan tercipta. Pada 2019, lebih dari 120 juta pekerja muda dan dewasa tersedia. Kesempatan kerja mencatat rekor tertinggi pada 2019. Pasalnya, 67,5 persen orang muda dan dewasa menjadi angkatan kerja dan tingkat pengangguran berada di titik terendah dalam dua dasawarsa terakhir menjadi 5,2%.

Namun, menurut laporan Bank Dunia berjudul “Pathways to Middle-Class Jobs in Indonesia” 2021, kesempatan kerja bagi kelas menengah di Indonesia masih kurang. Lebih dari separuh penduduk negeri ini masih sebatas berhasrat mendapat status kelas menengah, yakni golongan yang telah keluar dari kemiskinan tapi belum tergolong berpendapatan menengah. 

Laporan yang dirangkai oleh ekonom Bank Dunia, Maria Wihardja, dan ekonom kepala Bank Dunia, Wendy Cunningham, menggarisbawahi tiga faktor yang menghambat transisi Indonesia dalam menyediakan lapangan kerja bagi kelas menengah. Pertama, pekerjaan yang merupakan hasil transformasi sosial belum sanggup menciptakan produktivitas yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pekerjaan kelas menengah.

Kedua, struktur perusahaan di Indonesia tak memungkinkan untuk menghasilkan pekerjaan kelas menengah. Dua per tiga pekerjaan terdapat di industri rumahan. Pemilik industri ini mencapai 45 juta, dan pekerjanya 38 juta. Nyaris semuanya berlabel informal. Sektor manufaktur, sumber banyak lapangan kerja pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an, masih berkontribusi tapi hanya terjadi pada perusahaan lama dan besar.

Sementara yang ketiga, kebanyakan tenaga kerja di Indonesia kurang terampil untuk mengerjakan pekerjaan kelas menengah yang rata-rata membutuhkan kecakapan lebih tinggi.

Menurut Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, transformasi digital dapat menjadi pintu masuk untuk memunculkan keterampilan yang dibutuhkan. Untuk menjawab tantangan tersebut di sektor tenaga kerja, ia menyatakan pemerintah dalam jangka panjang menyempurnakan sistem nasional Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan lulusan dengan kebutuhan tenaga kerja.

“Untuk mendorong lebih lanjut keterlibatan industri dalam kegiatan vokasi, pemerintah sudah menyediakan super tax deduction, yaitu insentif pajak sampai 200% dari total biaya riil yang dikeluarkan oleh industri ketika menjalankan kegiatan vokasi melalui skema pelatihan dan pemagangan,” ujarnya dalam acara peluncuran laporan Bank Dunia di Jakarta pada akhir Juni.

Magazine

SEE MORE>
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024

Most Popular

12 Tahun Dijual, Rumah Mewah Michael Jordan di Chicago Akhirnya Laku
Isak Tangis Sri Mulyani di Banggar DPR Usai Sepakati RUU APBN 2025
OnlyFans Cetak Rekor Pendapatan, Capai US$6,6 Miliar di 2023
Perbedaan Istana Garuda dan Istana Negara IKN, Jangan Keliru
Alibaba Pertahankan Kepemilikan 88 Miliar Saham GoTo hingga 5 Tahun
Bunga Acuan Turun, BI Proyeksikan Kredit Bank Tumbuh 12%