Kripto merupakan salah satu instrumen investasi yang menarik di era digital. Meskipun mendapat stigma negatif di awal, perdagangan aset kripto kini menjadi ladang uang bagi para investor.
Aset kripto dikenal sebagai salah satu aset yang memiliki risiko tinggi dengan volatilitas harga yang tinggi pula.
Selain itu, aset kripto cocok untuk dipakai untuk melawan inflasi dan devaluasi mata uang yang kerap terjadi.
Sejak dilegalkan di banyak negara termasuk Indonesia, aset kripto dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Di Indonesia, aturan mengenai perdagangan aset kripto baru ditetapkan pada tahun 2022.
Lantas, bagaimana penetapan Pajak Kripto di Indonesia? Simak penjelasannya di bawah ini.
Apa itu kripto?
Dilansir dari Investopedia, kripto merupakan mata uang digital atau aset digital yang keamanannya dijamin dengan kriptografi untuk mengamankan transaksi.
Dengan kriptografi, mata uang tersebut hampir mustahil untuk dipalsukan atau digunakan lebih dari sekali.
Sebagian besar uang kripto berada di jaringan yang berpusat pada teknologi blockchain.
Teknologi tersebut merupakan sekumpulan blok informasi yang terhubung pada buku besar via daring. Sehingga pendistribusiannya dijalankan oleh jaringan komputer yang berbeda.
Dalam mata uang kripto, dikenal juga cryptocurrency, yaitu mata uang digital atau virtual yang didukung oleh sistem kriptografi.
Aset kripto
Munculnya mata uang baru ini juga sempat mengalami keraguan oleh banyak pihak. Hal tersebut terjadi karena mata uang tersebut belum banyak dikenal dan masih diragukan legalitasnya.
Namun, kini transaksi Bitcoin telah diakui secara legal oleh negara. Perdagangan aste kripto mulai dilegalkan di Indonesia.
Pemberlakukan tersebut juga dicantum pada Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) No 5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Berdasarkan peraturan tersebut, aset kripto adalah komoditi yang tidak berwujud dalam bentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi untuk mengatur penciptaan unit baru.
Penambahan aset kripto juga dapat memverifikasi transaksi dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.
Dasar hukum aset kripto
Perdagangan aset kripto sudah cukup familer di banyak negara maju karena mereka lebih dulu melegalkan transaksi tersebut. Untuk pajaknya, setiap negara memiliki regulasi dan ketentuan yang berbeda-beda.
Di Amerika Serikat, mata uang kripto dianggap sebagai sekuritas yang dapat dibeli oleh pembeli institusional di bursa. Berbicara tentang pemajakannya, Internal Revenue Service (IRS) mengenakan aset kripto sebagai aset keuangan atau properti.
Semantara di Jepang, aset kripto atau bitfoin dianggap sebagai properti yang sah. Maka dari itu, pertukaran cryptocurrency yang berjalan pada negara tersebut harus mengumpulkan informasi tentang pelanggan dan rincian transfernya.
Dasar hukum pengaturan perdagangan aset kripto di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 Tahun 2002 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas Transaksi perdagangan Aset Kripto.
Pengenaan pajak aset kripto
Pajak kripto akan dikenakan pada pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi penjualan dan/atau penyerahan aset yang dilakukan. Berikut rincian pemajakan atas aset kripto:
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada aset kripto
Untuk PPN, pajak akan dikenakan pada kategori Barang Kena Pajak (BKP) berupa aset kripto yang dimiliki investor. Selain itu, ada Jasa Kena Pajak (JKP) berupa jasa penyediaan sarana elektronik dalam perdagangan aset kripto.
Jasa penyedia tersebut juga berkaitan dengan jasa verifikasi aset kripto atau jasa manajemen kelompok Penambang Aset Kripto (mining pool).
PPN terutang atas penyerahan transaksi aset kripto dalam BKP berupa aset kripto oleh penjual aset kripto dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Adapun besaran pajaknya, yaitu:
- PPN yang dipungut sebesar 1 persen dalam hal penyelenggaraan PMSE merupakan pedagang fisik aset kripto atau dipungut sebesar 2 persen dalam hal penyelenggaraan PMSE bukan merupakan pedagang fisik aset kripto
- PPN yang dipungut atas jasa verifikasi aset kripto dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aste kripto akan dipungut sebesar 10 persen dari nilai berupa aset kripto
Penyetoran PPN oleh penambang aset kripto harus membuat faktur pajak. Surat Setoran Pajak (SSP) dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
2. Pajak penghasilan (PPh) pada aset kripto
Berdasarkan peraturan yang berlaku, penghasilan yang diperoleh penjual aset kripto, penyelenggaran PMSE, dan penambang aset kripto akan dikenai Pajak penghasilan.
Penghasilan yang dimaksud meliputi seluruh jenis transaksi aset kripto yang dilakukan melalui sarana elektronik.
Pajak penghasilan yang dikenakan pada Pasal 22 sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi aset kripto yang tidak termasuk PPN dan pajak penjualan barang mewah.
Dalam hal penyelenggaraan perdagangan dengan sistem elektronik yang bukan merupakan pedagang fisik aset kripto, tarif pajak yang dikenakan sebesar 0,2 persen yang bersifat final dari nilai transaksi aset kripto.
Itu dia informasi mengenai aset kripto hingga pajak kripto yang harus dipahami oleh investor yang baru terjun dalam investasi kripto. Semoga artikel ini bermanfaat!