Jakarta, FORTUNE - Pernahkan Anda mendengar istilah Global Anti-Base Erosion (GloBE)? Apa itu GloBE? Pemerintah di seluruh dunia mulai memberlakukan kebijakan pajak minimum global yang bertujuan untuk menghindari perusahaan multinasional besar memindahkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak rendah. Kebijakan ini dikenal sebagai Global Anti-Base Erosion (GloBE).
GloBE adalah komponen utama dari Pilar Dua dalam proyek reformasi perpajakan internasional yang dipimpin oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Inisiatif ini dirancang untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional membayar pajak minimum global dan tidak dapat menghindari kewajiban pajak melalui transfer keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut pembahasannya.
Apa Itu Global Anti-Base Erosion (GloBE)?
GloBE merupakan aturan utama dari Pilar Dua OECD yang bertujuan untuk menetapkan tarif pajak minimum efektif sebesar 15 persen bagi perusahaan multinasional di seluruh dunia.
Aturan ini dirancang untuk mencegah perusahaan besar memanfaatkan perbedaan tarif pajak antarnegara dengan mengalihkan keuntungan mereka ke yurisdiksi dengan pajak rendah atau nol. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan mengurangi praktik penghindaran pajak.
Melansir laman OECD, jika tarif pajak di suatu negara kurang dari 15 persen, perusahaan tersebut harus membayar pajak tambahan untuk menutupi selisihnya, sehingga total pajak yang dibayar mencapai batas minimum 15 persen.
Adapun kebijakan ini dibuat dengan tujuan agar perusahaan multinasional tidak lagi berpindah-pindah ke negara dengan pajak rendah, yang selama ini membuat persaingan tarif pajak antarnegara menjadi tidak sehat.
Apakah setiap negara wajib menerapkan GloBE?
Sejak GloBE disahkan dan diumumkan secara luas, banyak negara telah mulai mengintegrasikan aturan tersebut ke dalam kerangka hukum mereka. Beberapa negara juga telah mengungkapkan rencana untuk memperkenalkan Pajak Tambahan Minimum Domestik (QDMTT). Pajak minimum global ini akan mulai berlaku pada awal 2024, bersamaan dengan penerapan Aturan Inklusi Pendapatan (IIR). Sementara itu, aturan tambahan lain, yaitu UTPR, diperkirakan baru akan diterapkan pada tahun 2025.
Aturan GloBE diterapkan dengan pendekatan yang fleksibel. Negara-negara dalam Kerangka Inklusif tidak diharuskan untuk menerapkan aturan ini, tetapi jika mereka memilih untuk melakukannya, penerapannya harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Negara yang tidak memberlakukan GloBE tetap diharuskan untuk mengakui penerapan aturan ini oleh negara lain yang memiliki perusahaan multinasional di wilayahnya.
Implementasi GloBE yang konsisten akan menciptakan hasil yang transparan dan dapat diprediksi, memberikan keuntungan bagi wajib pajak dan menyederhanakan administrasi perpajakan. Negara-negara yang mengikuti aturan ini akan saling bekerja sama dan memantau pelaksanaannya.
Aturan GloBE menetapkan ketentuan pajak minimum global, menentukan perusahaan multinasional yang terlibat, cara menghitung tarif pajak efektif (ETR), serta potensi pajak tambahan yang dapat dikenakan, sambil menyesuaikan dengan sistem perpajakan masing-masing negara.
Indonesia akan menerapkan GloBE
Melansir laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), lebih dari 40 negara, termasuk Vietnam, Australia, Jepang, Korea, dan Uni Eropa, telah menerapkan pajak minimum global. Indonesia pun berencana mengadopsi kebijakan serupa dalam regulasi domestiknya.
Aturan ini merupakan bagian dari Pilar 2 yang disepakati dalam Inclusive Framework on BEPS, sebagai upaya mengatasi tantangan perpajakan internasional, termasuk digitalisasi ekonomi dan persaingan tarif pajak.
Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menekankan bahwa penerapan Pilar 2 sangat penting untuk mencegah potensi perpajakan Indonesia diambil oleh negara lain.
"Oleh karena itu, penyelarasan kebijakan pajak domestik dengan kerangka kerja perpajakan internasional sangat berperan dalam menciptakan iklim bisnis serta investasi yang lebih adil dan transparan dalam kerja sama ekonomi global," ujar Thomas.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, menekankan bahwa kebijakan pajak minimum global dengan tarif 15 persen tidak menyasar UMKM atau perusahaan nasional.
"Justru untuk menangkal penghindaran pajak yg berpotensi dilakukan perusahaan multinasional dan dapat merugikan Indonesia," kata Prastowo melalui akun X pribadinya.