Jakarta, FORTUNE - Inklusi keuangan sangat penting bagi suatu negara untuk mempercepat pertumbuhan, mendukung ekonomi, dan mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang. Dalam perkembangan bisnis, startup dan perusahaan besar mengandalkan inklusi dan literasi keuangan untuk mendukung operasi dan transaksi bisnis mereka. Namun, perusahaan menilai bahwa titik akses keuangan offline dan online masih relatif rendah pada survei persepsi East Ventures–Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2022.
Survei ini diikuti oleh 71 perusahaan Indonesia, mulai dari startup tahap awal hingga perusahaan menengah dan besar. Responden menemukan bahwa jumlah titik akses keuangan online dan offline tidak memadai.
Responden percaya bahwa cara utama untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang produk keuangan dan manajemen keuangan. Di Indonesia, kurangnya literasi keuangan dianggap sebagai salah satu hambatan terbesar dalam mengakses kredit. Oleh karena itu, edukasi tentang produk dan manajemen keuangan tidak hanya meningkatkan literasi keuangan, tapi juga turut meningkatkan inklusi keuangan.
Akselerasi digital harus diikuti literasi finansial
Operating Partner East Ventures, David Fernando Audy, berpendapat inklusi finansial yang disebabkan oleh akselerasi digital harus segera diikuti dengan literasi finansial.
“Untuk memastikan dukungan berkelanjutan yang akan semakin meningkatkan inklusi dan literasi, serta melindungi pengguna dari risiko finansial yang kian membesar seiring dengan adopsi online yang semakin tinggi,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis (6/10).
Akan tetapi, saat ini Indonesia menghadapi beberapa kendala untuk meningkatkan indeks literasi dan inklusi keuangan. Sejumlah tantangan yang dihadapi, yakni tingkat pendidikan yang tidak merata, kurangnya rasa ingin tahu terhadap produk keuangan, ketidakpastian legitimasi produk keuangan, dan distribusi infrastruktur pendukung yang tidak merata, serta faktor lainnya.
Kesenjangan antara inklusi keuangan dan literasi harus diperbaiki
Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat inklusi keuangan dan tingkat literasi Indonesia berada pada 76,19 persen dan 38,03 persen pada 2019. Dari setiap 100 penduduk, 76 orang sudah memiliki akses ke lembaga keuangan, produk, dan layanan keuangan, tetapi hanya 38 orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang lembaga, produk, dan layanan keuangan tersebut. Walaupun indeks literasi meningkat dari 29,7 persen pada 2016, tingkat literasi keuangan masih relatif rendah.
Kesenjangan antara inklusi keuangan dan literasi harus diperbaiki sehingga konsumen tidak membuat keputusan keuangan yang buruk, terlibat terlalu banyak utang, atau terjebak dalam penipuan.
Dalam jangka panjang, permasalahan tersebut dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap jasa keuangan, sehingga menghambat pertumbuhan sektor keuangan.
Urgensi untuk meningkatkan literasi keuangan di Indonesia sudah ada. Namun, diperlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat, lembaga keuangan, dan pelaku fintech. Banyak portofolio fintech East Ventures ingin meningkatkan literasi keuangan digital sehingga orang lebih memahami produk dan layanan keuangan dan dengan cepat mengadopsi pembayaran digital.
“Upaya literasi keuangan perlu dilakukan seiring dengan inklusi keuangan untuk kemajuan yang berkelanjutan. Untuk mencapainya, kami membutuhkan kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan,” ujar David.
Pemerintah telah berusaha mengoptimalkan penggunaan berbagai channel untuk memberi informasi dan sebagai referensi nasional. Misalnya, OJK telah memanfaatkan media digital dengan membuat dan mengirim (posting) video informatif dan infografik di platform seperti YouTube dan Instagram. OJK juga telah meluncurkan seri buku literasi keuangan, yang memberi edukasi finansial di berbagai usia.
Edukasi tentang literasi finansial juga menjadi bagian kurikulum di sekolah menengah atas pada 2016 dan mulai ada di setiap level pendidikan pada 2021. Oleh karena pengenalannya masih relatif baru, pemerintah butuh memastikan kurikulum tersebut tetap relevan terhadap perubahan cepat di sektor finansial.
Kolaborasi untuk mengakselerasi tingkat literasi keuangan
Platform manajemen kekayaan dan perdagangan seperti Bibit dan Stockbit, misalnya, telah memprakarsai program Bibit Academy dan Stockbit Academy. Program ini telah menyediakan lebih dari 100 sesi edukasi gratis kepada masyarakat sejak 2021 untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk investasi serta potensi risiko dan manfaatnya, baik di perkotaan maupun pedesaan. Oleh karena itu, Bibit dan Stockbit memberikan akses ke produk investasi di pasar modal dengan memanfaatkan teknologi dan menurunkan persyaratan modal minimum.
CEO dan Co-Founder Bibit, Sigit Kouwagam, menyampaikan pihaknya membantu pelanggan untuk memahami tentang investasi dan fitur-fitur pada aplikasi, sehingga membantu pengguna untuk membuat keputusan untuk berinvestasi dengan Bibit dan Stockbit.
“Kami pun telah melanjutkan kerja sama dengan berbagai organisasi seperti lembaga pendidikan, media massa, pelaku industri di sektor jasa keuangan, komunitas profesional dan niche hobby, dan organisasi non-profit di tahun ini untuk mendorong literasi keuangan,” kata Sigit.
Sama halnya dengan ALAMI, perusahaan teknologi keuangan syariah terbesar di Indonesia, baru-baru ini meluncurkan Fajr Academy, sebuah program pelatihan dan pemagangan yang dibuat untuk membekali generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan untuk memenuhi kebutuhan industri keuangan syariah di Indonesia.
Sementara itu, perusahaan pinjaman P2P, KoinWorks, mempromosikan literasi keuangan dengan membuat konten pendidikan dan media sosial serta bekerja sama dengan mitra strategis untuk menyelenggarakan webinar tentang literasi keuangan dan peraturan industri baru.
“KoinWorks University adalah inisiatif literasi keuangan yang kami kembangkan dengan kerja sama dengan perusahaan edutech untuk kurikulumnya. Pada akhir September 2022, Koinworks akan meluncurkan KoinLearn, platform pembelajaran video gratis yang dikembangkan untuk UMKM untuk mempelajari bisnis, keuangan, dan strategi pemasaran untuk memaksimalkan potensi mereka,” ujar CEO dan Co-Founder Koinworks, Benedicto Haryono.
Dalam upaya menuju inklusi keuangan, KoinWorks menyediakan berbagai produk, termasuk P2P lending dan KoinWorks NEO, untuk memberdayakan UMKM dengan akses ke pembiayaan dan pengetahuan manajemen bisnis dan keuangan. KoinWorks mencatat pertumbuhan hingga 2 juta pengguna aplikasi. UMKM yang terdaftar dengan KoinWorks mengalami peningkatan penjualan setelah menyelesaikan sesi edukasi keuangan, sehingga terbukti bahwa literasi keuangan dapat meningkatkan inklusi keuangan.
Upaya meningkatkan literasi keuangan lewat diskusi dan komunitas
Xendit, fintech penyedia solusi pembayaran yang menyederhanakan proses pembayaran, telah mengadakan XenTalks, serangkaian diskusi mengenai sektor teknologi Indonesia. Topik yang dibahas mencakup hambatan umum dalam mengakses layanan keuangan, seperti keamanan siber, memilih layanan fintech, dan pinjaman ilegal.
Xendit juga memiliki komunitas penjual bernama “XensClub“, sebuah media pembelajaran gratis bagi para pedagang. Ketiga, Xendit mengadakan roadshow bersama Kementerian Koperasi dan UKM untuk mengedukasi UMKM di berbagai kota, yang bertujuan untuk meningkatkan literasi dan digitalisasi keuangan. Sebagai hasil dari akumulasi upaya literasi keuangan ini, Xendit telah membantu lebih dari 3.000 UMKM dalam mendigitalkan sistem pembayaran mereka dalam satu tahun terakhir.
Sementara itu, Komunal, P2P lending yang baru-baru ini meraih 1st Top Winner of Favorite Votes dalam kategori Financial Inclusivity di G20 Digital Innovation Network 2022, secara aktif meningkatkan literasi keuangan pengguna melalui berbagai cara, baik offline maupun online. Komunal telah menjalin kerja sama dengan beberapa institusi dan komunitas.
Misalnya, bekerja sama dengan aplikasi manajemen keuangan dan Universitas Surabaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan program pembelajaran pemerintah – Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Selain itu, Komunal juga bekerja sama dengan pemerintah Kota Surabaya memberikan pinjaman modal awal bagi UMKM dan masyarakat berpenghasilan rendah berupa barang siap jual.
Sebagai kesimpulan, EV-DCI 2022 mengusulkan tiga pendekatan utama untuk penyediaan edukasi keuangan yang efektif dan inovatif. Pertama, pemangku kepentingan perlu memfasilitasi akses ke informasi dan saran melalui multi-channel delivery. Kedua, pemerintah harus memanfaatkan lingkungan dan jaringan belajar yang ada. Ketiga, para pemangku kepentingan harus memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat, yang dapat berupa buku panduan dan program untuk mempercepat pengembangan literasi keuangan