Jakarta, FORTUNE - Indonesia memiliki berbagai program jaminan sosial yang dirancang untuk memberikan perlindungan finansial bagi masyarakatnya. Dua program yang paling dikenal adalah Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Meskipun tujuan keduanya adalah memberikan dukungan keuangan pada masa tua, terdapat perbedaan mendasar dalam mekanisme, tujuan, dan manfaat yang ditawarkan oleh masing-masing program.
Fokus program JHT memberikan dana simpanan bagi pekerja ketika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total, atau berhenti bekerja. Iuran JHT dikumpulkan dari gaji pekerja dan pemberi kerja selama masa kerja, yang kemudian diinvestasikan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Dana yang terkumpul dapat dicairkan ketika peserta mencapai usia pensiun, memberikan mereka modal yang cukup untuk menopang kehidupan pasca-kerja.
JP lebih menekankan pada pemberian pendapatan rutin bulanan bagi peserta yang telah pensiun. Program ini dirancang untuk memastikan keberlangsungan pendapatan bagi para pensiunan, sehingga mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari meskipun tidak lagi bekerja.
Dengan memahami perbedaan ini, pekerja dapat membuat keputusan yang lebih baik mengenai persiapan finansial mereka di masa tua. Berikut 4 perbedaan program jaminan hari tua dan jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
1. Definisi
Keduanya secara definisi memiliki perbedaan. Merujuk pada Pasal 35 ayat (2) UU SJSN dan penjelasannya, JHT diselenggarakan dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Sedangkan untuk JP, berdasarkan Pasal 39 ayat (2) UU SJSN dan penjelasannya menyatakan bahwa JP diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat total tetap. Untuk menjamin kehidupan layak, besaran jaminan pensiun mampu memenuhi kebutuhan pokok pekerja dan keluarganya.
2. Manfaat
Pada laman resmi BPJS Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pada program JHT, manfaat uang tunai meliputi:
- Pembayaran sekaligus untuk peserta yang mencapai usia pensiun (56 tahun), berhenti bekerja karena mengundurkan diri dan sedang tidak aktif bekerja di mana pun, terkena pemutusan hubungan kerja, meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
- Jika peserta meninggal dunia, maka uang tunai akan diserahkan pada ahli waris yang ditunjuk; atau
- pembayaran sebagian untuk peserta yang berada dalam masa persiapan masa pensiun (sebesar 10 persen dari total saldo) atau berencana untuk ikut program kepemilikan rumah setelah menjadi peserta paling sedikit 10 tahun (maksimal 30 persen). Khusus manfaat tambahan ini, peserta hanya dapat mengambil maksimal 1 kali.
Pada program JP, manfaat uang tunai mencakup:
- Pensiun hari tua: uang bulanan apabila peserta telah memenuhi iuran minimum 15 tahun atau setara 180 bulan saat memasuki usia pensiun sampai dengan meninggal dunia.
- Pensiun janda/duda: uang bulanan untuk janda/duda yang berstatus ahli waris (terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan) sampai dengan meninggal dunia atau menikah lagi.
- Pensiun cacat: uang bulanan apabila peserta mengalami cacat total tetap dan kejadian yang menyebabkan cacat total tetap terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi peserta dan density rate 80 persen.
- Pensiun anak: uang bulanan kepada anak dari ahli waris peserta (maksimal 2 orang yang didaftarkan pada program JP) sampai dengan usia 23 tahun, menikah, bekerja, atau meninggal dunia.
3. Peserta program
Perbedaan ketiga antara JHT dan JP terletak pada kategori peserta yang dapat mengikuti program tersebut. Menurut Pasal 4 PP 46/2015, peserta program JHT meliputi Penerima Upah (PU) dan Bukan Penerima Upah (BPU), dengan perincian sebagai berikut:
- Penerima upah (PU) termasuk pekerja di perusahaan, pekerja pada individu, dan warga negara asing yang bekerja di Indonesia selama minimal 6 bulan.
- Bukan penerima upah (BPU) mencakup pemberi kerja, pekerja mandiri, dan pekerja lainnya yang tidak berada dalam hubungan kerja.
Sebaliknya, peserta program JP terbatas pada pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara dan pekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, dengan perincian sebagai berikut:
- Pekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara mencakup CPNS, PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, prajurit siswa TNI, dan peserta didik POLRI.
- Pekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara mencakup individu, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri, menjalankan perusahaan bukan miliknya, atau mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar Indonesia.
Dengan demikian, kelompok BPU tidak termasuk dalam peserta program JP.
4. Besaran iuran
Perbedaan terakhir terletak pada besaran iuran yang ditetapkan untuk setiap peserta program. Pada program JHT, ketentuannya seperti berikut:
- Peserta PU membayar iuran 5,7 persen dari upah sebulannya, dengan ketetapan 2 persen ditanggung pekerja dan 3,7 persen ditanggung perusahaan/pemberi kerja.
- Peserta BPU membayar iuran yang disesuaikan dengan penghasilan masing-masing peserta, dengan iuran terendah Rp20.000 dan tertinggi Rp414.000.
Pada program JP, ketentuan besaran iuran untuk pekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara adalah 3 persen, yang 2 persennya ditanggung perusahaan/pemberi kerja dan 1 persen ditanggung pekerja.