Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan aturan teknis mengenai PPh final wajib pajak peredaran bruto (omzet) tertentu dan relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Ketentuan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.164/2023 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, mengatakan PMK tersebut menjadi peraturan pelaksanaan atas Pasal 57, Pasal 62, dan Pasal 63 Peraturan Pemerintah No.55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, sekaligus revisi atas PMK No.68/2011 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan diterbitkannya PMK No.164/2023, pemerintah memperjelas dan mempermudah berbagai ketentuan teknis terkait pengenaan PPh Final bagi wajib pajak omzet tertentu.
“Sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan sebelumnya, wajib pajak UMKM dikenakan tarif PPh final 0,5 persen atau dapat memilih tarif umum berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh,” ungkap Dwi dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (11/1).
Dwi juga menjelaskan bahwa aturan baru ini lebih mempertegas keharusan wajib pajak dengan omzet tertentu (sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun) untuk melakukan pelunasan PPh Final terutang sebesar 0,5 persen dari omzet usaha untuk setiap masa pajak.
"Pelunasan PPh Final terutang dapat disetor sendiri oleh wajib pajak atau melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain," ujarnya.
Kemudian, dalam bertransaksi dengan pemotong/pemungut PPh, maka wajib pajak harus menunjukkan surat keterangan agar dipotong PPh final sebesar 0,5 persen.
Surat keterangan yang telah diterbitkan sebelum PMK ini diundangkan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang tercantum dalam surat keterangan.
"Khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp500 juta setahun, maka harus menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak," katanya.
Relaksasi pengukuhan PKP
Selanjutnya, jika wajib pajak memilih untuk dikenai tarif umum Pasal 17 ayat (1) UU PPh, maka ia diharuskan untuk terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat akhir tahun pajak. Setelah pemberitahuan disampaikan, pengenaan PPh berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh baru akan berlaku pada tahun pajak berikutnya.
Wajib pajak yang baru terdaftar dapat memilih dikenai tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sejak tahun pajak terdaftar dengan menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri.
“Dalam kesempatan ini kami mengingatkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan untuk seluruh wajib pajak UMKM termasuk UMKM yang omset setahunnya kurang dari Rp500 juta untuk tetap menyampaikan SPT Tahunan, yang mungkin selama ini kewajiban tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik,” kata Dwi.
Selain itu, penerbitan PMK No.164/2023 juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP untuk wajib pajak UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar.
Relaksasi diberikan terkait batas waktu untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
“Dalam aturan sebelumnya, wajib pajak harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya. Dengan aturan ini, kami berikan relaksasi menjadi paling lambat akhir tahun buku yang bersangkutan,” ujar Dwi.