Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memprediksi penerimaan kepabeanan dan cukai pada 2023 takkan setinggi capaian tahun lalu. Hingga akhir tahun ini, pos bea dan cukai diproyekskan hanya mampu mengumpulkan Rp300,1 triliun atau sekitar 99 persen dari target APBN 2023.
"Ini masih cukup baik karena bea dan cukai selama pandemi tiga tahun berturut-turut tidak pernah mengalami kontraksi penerimaan. Kontraksi karena adanya normalisasi harga komoditas," ujarnya dalam rapat di Badan Anggaran DPR, Senin (10/7).
Per Juni 2023, kepabeanan dan cukai anjlok 18,8 persen menjadi Rp135,4 triliun. Angka tersebut berbanding terbalik dengan periode sama tahun lalu yang mampu tumbuh hingga 36,5 persen dan menyentuh Rp166,8 triliun
"Untuk kepabeanan dan cukai yang tadi mencapai kontraksi 18,8 persen di semester I, kami memperkirakan di semester II akan lebih baik dibandingkan semester I terutama kita lihat untuk penerimaan SDA," katanya.
Menurut Sri Mulyani, penurunan kepabeanan berasal dari—terutama—penerimaan bea keluar yang merosot hingga 77 persen. Salah satu penyebabnya adalah koreksi harga komoditas, uutamanya minyak kelapa sawit (CPO).
Selain itu, volume ekspor dari komoditas mineral juga berkurang seiring dengan program hilirisasi dan kebijakan larangan ekspor. Penerimaan bea keluar turun 77 persen menjadi Rp5,3 triliun dibandingkan dengan Rp23 triliun pada periode sama tahun lalu.
"Tarif bea keluar dengan adanya proses hilirisasi juga memberikan kontribusi terhadap penerimaan bea keluar kita," ujarnya.
Dari pos cukai, penurunan penerimaan disebabkan oleh berkurangnya produksi cukai hasil tembakau (CHT) yang cukup signifikan pada semester I-2023.
Angka ini berbanding terbalik dengan torehan dua tahun sebelumnya (2021-2022) ketika cukai hasil tembakau tumbuh cukup tinggi, yaitu 32 persen pada 2022 dan 21 persen pada 2021.
"Hingga pertengahan tahun, produksi cukai (CHT) 139,4 miliar batang. Ini menurun tajam dibandingkan tahun lalu 147 miliar batang dan 2021 sebesar 151 juta miliar batang," katanya.