Jakarta, FORTUNE – Utang tergolong sebagai indikator yang menunjukkan kondisi perekonomian suatu negara. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pun lazim menjadi acuan dalam menilai posisi utang negara tertentu.
Melansir Investopedia, rasio tersebut merupakan indikator yang membandingkan utang publik—atau biasa disebut dengan utang luar negeri—dengan PDB. Indikator ini dinyatakan dalam persentase.
Produk domestik bruto merupakan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi di suatu negara. Menurut data dari Visual Capitalist, setidaknya ada sepuluh negara dengan rasio utang terhadap PDB tertinggi di dunia. Berikut daftarnya:
- Jepang : 257 persen
- Sudan : 210 persen
- Yunani : 207 persen
- Eritrea : 175 persen
- Tanjung Verde : 161 persen
- Italia : 155 persen
- Suriname : 141 persen
- Barbados : 138 persen
- Singapura : 138 persen
- Maladewa : 137 persen
Tingkat utang Jepang itu dianggap tidak mengejutkan, menurut Visual Capitalist, karena pada 2010 negeri tersebut menjadi yang pertama mencapai rasio utang terhadap PDB lebih dari 200 persen.
Pemerintah Jepang menerbitkan obligasi yang terutama dibeli oleh Bank of Japan untuk membiayai utang baru. Pada akhir 2020, Bank of Japan menggenggam 45 persen dari total utang pemerintah.
Negara-negara yang memiliki rasio utang terhadap PDB tinggi ini memiliki risiko terhadap perekonomiannya. Umumnya, semakin tinggi rasio utang terhadap PDB suatu negara, semakin tinggi kemungkinan negara tersebut gagal membayar utangnya. Walhasil, itu berpotensi menciptakan kemelut keuangan di pasar.
Di sisi lain, menurut penelitian Bank Dunia, negara-negara dengan rasio utang terhadap PDB yang mencapai lebih dari 77 persen berisiko mengalami perlambatan ekonomi dalam jangka panjang.
Utang Indonesia
Sementara, Bank Indonesia melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2022 tetap terkendali. Buktinya, rasio ULN terhadap PDB berkisar 30,4 persen, atau menurun ketimbang 30,7 persen pada bulan sebelumnya.
“Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Junanto Herdiawan, dalam keterangan pers, Senin (17/10).
ULN Indonesia tetap didominasi oleh tipe jangka panjang, dengan pangsa mencapai 87,1 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, kata Junanto, BI dan pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, serta terus berhati-hati dalam pengelolaannya.
“Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” katanya.
Secara nominal, posisi ULN Indonesia pada akhir Agustus 2022 mencapai US$397,4 miliar dolar AS, atau turun dari US$400,2 miliar pada bulan sebelumnya.
“Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) maupun sektor swasta,” ujarnya.
Secara tahunan, posisi ULN Agustus 2022 mengalami kontraksi 6,5 persen, dan dianggap lebih dalam ketimbang kontraksi 4,1 persen pada bulan sebelumnya.