Jakarta, FORTUNE – Kinerja perekonomian Yogyakarta dan Bali berbeda nasib meski keduanya sama mengandalkan pariwisata sebagai penggerak ekonomi lokal. Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menemukan Yogyakarta pulih lebih cepat dari efek pandemi COVID-19 ketimbang Bali.
“Kalau kita merefleksikan 2021, Yogyakarta punya pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik dibandingkan Bali,” kata Direktur Eksektutif Core, Mohammad Faisal, dalam diskusi publik secara daring, Rabu (29/12).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat mendukung pernyataannya. Menurut BPS, perekonomian Yogyakarta pada kuartal ketiga tahun ini tumbuh 2,30 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Catatan itu melambat dari 11,87 persen dari kuartal sebelumnya, tetapi lebih baik dari minus 2,98 persen pada kuartal ketiga 2020.
Sebaliknya, perekonomian setahunan Bali pada kuartal III-2021 terkoreksi menjadi 2,91 persen. Padahal, pada kuartal sebelumnya, pertumbuhannya positif pada 2,88 persen. Perekonomian Pulau Dewata pada kuartal ketiga tahun lalu juga terkontraksi hingga 12,32 persen.
Secara kumulatif, pada Januari-Oktober tahun ini perekonomian Yogyakarta tumbuh 6,51 persen, sedangkan Bali pada periode sama masih minus 3,43 persen.
Pengaruh struktur ekonomi
Lalu, mengapa kinerja ekonomi Bali dan Yogyakarta berbeda? Menurut Faisal, jawabannya mungkin terletak pada struktur ekonomi masing-masing wilayah. Dia menyebutkan ekonomi Yogyakarta lebih beragam sektor usahanya. Sedangkan, Bali masih belum lepas dari ketergantungan terhadap pariwisata.
Perekonomian Yogyakarta pada periode sebelum pandemi (2019) bersandar pada tiga sektor utama, yaitu: industri (dengan kontribusi 12,85 persen), konstruksi (11,11 persen), dan akomodasi makanan dan minuman atau pariwisata (10,35 persen).
Begitu terjadi pagebluk, per kuartal ketiga 2021, pariwisata Yogyakarta tergantikan oleh sektor lain: informasi dan komunikasi (infokom) dan pertanian. Sektor infokom menjadi andalan baru dengan kontribusi mencapai 10,77 persen dan mampu tumbuh 16,16 persen setahunan.
Sedangkan, Bali perekonomiannya masih dominan pariwisata dengan kontribusi 16,13 persen. Padahal, sektor tersebut kinerjanya pada periode sama terkoreksi 8,47 persen secara setahunan.
Faktor pelonggaran pembatasan sosial
Perkara struktur ekonomi tersebut lalu bertautan dengan faktor pembatasan kegiatan, kata Faisal. Menurutnya, perekonomian Bali sangat bergantung terhadap persyaratan perjalanan udara yang jika diperketat bisa berdampak terhadap permintaan pariwisata.
Sedangkan untuk Yogyakarta, pariwisatanya masih bisa menggeliat. Sebab, wilayah itu masih bisa ditempuh oleh transportasi jalur darat, apalagi sudah ada tol lintas Jawa. Yogyakarta juga dekat dengan pusat demand terbesar yaitu Jabodetabek.
“Permintaan terhadap jasa pariwisata, keinginan untuk berwisata yang tertahan tidak bisa pergi ke Bali, tidak bisa juga ke luar negeri, maka mencari daerah-daerah yang masih bisa terutama di Yogya,” ujarnya. “Ini yang kemudian membuat menjadi perbedaan nasib antara Jogja dengan Bali."