Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) melaporkan perkembangan dari kinerja perbankan domestik per Juli tahun ini. Menurut bank sentral, kinerja bank secara umum mendorong ikhtiar pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan pertumbuhan kredit bank bulan lalu mencapai 10,71 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Menurutnya, pemulihan intermediasi juga terjadi pada perbankan syariah dengan pertumbuhan 15,2 persen.
Jika ditengok dari sisi penawaran, pertumbuhan tersebut bertopang pada standar penyaluran kredit perbankan yang tetap longgar, terutama di sektor industri, pertanian, dan perdagangan. Itu seiring dengan membaiknya selera penyaluran kredit.
Sedangkan, dari sisi permintaan, peningkatan intermediasi didorong oleh pemulihan kinerja korporasi. Situasi itu tecermin dari tingkat penjualan dan belanja modal yang tetap tumbuh, terutama di sektor pertanian, pertambangan, industri, dan perdagangan.
“Konsumsi dan investasi rumah tangga yang membaik sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan optimisme konsumen juga mendukung peningkatan permintaan kredit perbankan,” kata Perry dalam keterangannya, Selasa (23/8).
Perry juga menyinggung soal tren suku bunga perbankan yang menurun meski terbatas. Sebagai misal, suku bunga deposito 1 bulan perbankan terkoreksi 54 bps sejak Juli 2021 menjadi 2,89 persen pada Juli 2022. Di pasar kredit, suku bunga kredit menunjukkan penurunan 53 bps pada periode yang sama menjadi 8,94 persen.
Stabilitas keuangan
Secara keseluruhan, ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, baik dari sisi permodalan maupun likuiditas, menurut Perry. Buktinya, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/ CAR) perbankan pada Juni mencapai 24,66 persen.
Risiko kredit bank juga tetap terkendali dengan rasio kredit bermasalah (non-perfoming loan/NPL) yang mencapai 2,86 persen. Di lain sisi, likuiditas perbankan tetap melimpah didukung pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8,59 persen.
Menurut Perry, berdasar atas hasil simulasi bank sentral, ketahanan perbankan masih terjaga. Namun, sejumlah faktor risiko, baik dari sisi kondisi makro domestik maupun gejolak eksternal, tetap perlu diwaspadai potensi dampaknya terhadap laju kredit di masa depan.
Bank Indonesia senantiasa memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) demi menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.