Dunia Usaha Pulih, Pemerintah Bertahap Kurangi Insentif Pajak

Insentif pajak akan digantikan ke yang sifatnya struktural.

Dunia Usaha Pulih, Pemerintah Bertahap Kurangi Insentif Pajak
Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan RI. (Dok. Kemenkeu)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah menyatakan tengah mempertimbangkan rencana pengurangan insentif pajak secara bertahap. Niatan ini menyusul progress pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 terutama perbaikan aktivitas dunia usaha. 

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, mengatakan sepanjang 2020 hingga 2021 ini, pemerintah telah memberikan insentif pajak yang luar biasa besar. Stimulus itu demi membantu dunia usaha agar bisa tetap beraktivitas meski mereka mengalami penurunan permintaan (demand).

Namun, kata Suahasil, saat aktivitas dunia usaha mulai mengalami peningkatan, dan penghasilan mereka membaik, maka insentif akan dikurangi secara bertahap. “Nah ini yang bagaimana mencari balance kapan dunia usaha itu akan meningkatkan kegiatan usahanya. Sangat tergantung daripada Covid-19,” kata Suahasil dalam webinar, seperti dikutip, Jumat (12/11).

Menurut Suahasil, pemerintah akan terus melakukan pendalaman dan penelusuran pada pelaksanaan kebijakan insentif pajak—yang berupa relaksasi—dalam rangka pemulihan ekonomi. Dia memastikan bahwa selama pandemi masih berlangsung relaksasi itu masih akan diberikan kepada dunia usaha.

Progres realisasi insentif

Berdasarkan data dari Kemenkeu, per pertengahan Oktober, insentif pajak telah dimanfaatkan dengan nilai sebesar Rp60,57 triliun. Ada pun anggaran insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp63 triliun.

Secara mendetail, realisasi insentif pajak itu terdiri dari, pajak penghasilan (PPh) pasal 21 (Rp2,98 triliun), PPh pasal 25 (Rp6,84 triliun), pajak pertambahan nilai (PPN) perumahan (Rp0,64 triliun), pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor (Rp2,08 triliun), dan PPn ritel (Rp45,01 miliar).

Berikutny, ada juga insentif PPh pasal 22 (Rp17,31 triliun), PPh pasal 25 (Rp24,42 triliun), dan restitusi PPN Rp5,71 triliun.

Beralih ke insentif struktural

Suahasil menambahkan, insentif-insentif sedemikian itu rencananya akan dikurangi seiring perbaikan ekonomi. Nantinya, insentif akan digantikan oleh yang sifatnya struktural seperti tax holiday.

Saat ini, kata Suahasil, tak banyak pengusaha maupun investor yang meminta insentif tax holiday. Sebab, insentif pajak tersebut ditujukan untuk pembangunan proyek-proyek besar.

“Enggak ada investor yang mau melakukan proyek besar pada saat Covid-19 ini masih tidak pasti. Tapi kalau ada yang mau membuat proyek besar akan tetap kami berikan tax holiday ke sektor tertentu kemudian kami pastikan ada investor yang mau melakukan,” katanya.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Profil Rahmat Shah, Pengusaha Sukses dan Ayah Raline Shah
Berapa Harga 1 Lot Saham BBRI? Ini Rincian dan Kinerjanya
Profil Pemilik Kopi Tuku, Rintis Usaha dari Tugas Kuliah
4 Sosok Konglomerat Pengendali Saham CBDK usai Debut IPO
Layanan Marketplace Bukalapak Tutup, Dampak dari Predatory Pricing
Hashim Djojohadikusumo Beli Induk WIFI, Saham Sentuh ARA