Jakarta, FORTUNE – Fuse, perusahaan teknologi asuransi (insurance technology/insurtech), mengumumkan kinerja cemerlang pada 2021 dengan pendapatan premi bruto Rp1,5 triliun atau setara dengan kontribusi 2 persen terhadap pangsa pasar asuransi umum dalam negeri.
“Meski mengalami berbagai tantangan dan situasi sulit akibat pandemi COVID-19, Fuse berhasil mengembangkan pangsa pasar, serta meningkatkan kualitas platform dan layanan,” kata pendiri dan Chief Executive Officer (CEO) Fuse, Andy Yeung, dalam keterangan resminya, seperti dikutip pada Jumat (28/1).
Fuse merupakan perusahaan asuransi berbasis platform teknologi. Menurut Andy, model bisnis B2A (Business to Agent/Broker) dan B2B2C (Business to Business, Business to Consument) berkontribusi besar dalam pertumbuhan bisnis perseroan tahun lalu. Dengan berbagai keuntungan dan kemudahan dalam transaksi asuransi, lanjutnya, semakin banyak tenaga pemasar atau partner yang bergabung dalam ekosistem, dan memanfaatkan platform teknologi perusahaan.
Sejak kuartal ketiga 2021, Fuse telah ditunjuk oleh Tokopedia sebagai satu-satunya insurtech yang mendukung kebutuhan asuransi di e-commerce tersebut. Fuse juga telah menjalin kemitraan strategis dengan sejumlah lembaga keuangan tradisional seperti Maybank Finance, Wuling Finance, Simas Hana Finance, dan Clipan Finance, dengan menawarkan produk asuransi konvensional.
Optimisme Fuse pada 2022
Fuse optimistis dapat melanjutkan momentum kuat pada tahun ini, kata Andy. Menurutnya, kondisi itu mengingat posisi kepemimpinan perseroan di pasar, strategi kemitraan, dan keunggulan platform.
Pada semester dua tahun lalu, Fuse mengamankan tiga putaran pendanaan, yakni Seri B, seri B tambahan, dan Seri B plus, dipimpin dan diikuti oleh sejumlah investor seperti GGV Capital, eWTP, East Ventures (Growth Fund), Emtek dan Saratoga Investama. Fuse beroleh modal baru lebih dari US$ 50 juta atau sekitar Rp715 miliar.
Pada November 2021, berdasarkan lis 100 World’s Top Insurtech oleh Sønr Global, platform intelijen pasar terkemuka, Fuse menjadi satu-satunya insurtech Indonesia yang masuk daftar tersebut. “Pengalaman kami di Indonesia telah memberi kami wawasan yang luar biasa tentang pasar insurtech. Hal ini menjadi landasan untuk membantu kami menjangkau masyarakat di Asia Tenggara yang belum terproteksi, dengan cara yang cepat, mudah dan efisien," ujarnya.
Pengertian insurtech
Sesuai namanya—insurtech—merupakan perusahaan asuransi yang mengadopsi teknologi. Sektor insurtech ini juga didukung oleh ekosistem teknologi finansial (financial technology/fintech) maupun lokapasar. Salah satu buktinya bisa dilihat dari banyak hadirnya produk insurtech di e-commerce.
Dalam penerapannya, berbagai proses terkait asuransi akan mudah berkat teknologi. Misalnya, melalui machine learning, data nasabah bisa diolah sedemikian rupa untuk melakukan proses identifikasi atau seleksi risiko nasabah (underwriting). Dengan begitu, perusahaan dapat menentukan premi yang sesuai dengan karakter nasabah. Asuransi juga memungkinkan penentuan produk asuransi tepat sasaran dan proses klaim mudah.
Dalam situs resminya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan mengatakan insurtech pada dasarnya mengubah industri asuransi secara radikal dan positif melalui inovasi teknologi. Menurut OJK, penyelenggara insurtech terdiri dari lembaga jasa keuangan dan atau pihak lain yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
Di Indonesia banyak orang masih kekurangan akses jasa keuangan termasuk asuransi, kata OJK. Berdasarkan data lembaga sama, literasi keuangan sektor asuransi pada 2019 masih 19,40 persen. Sedangkan, aspek inklusi asuransi baru mencapai 13,15 persen pada tahun sama.
Menurut OJK, berikut tiga bentuk insurtech.
- Insurtech agregator / lokapasar
Insurtech agregator ini secara langsung menawarkan produk dan layanan asuransi kepada konsumen. Di sini, konsumen dapat membandingkan harga, ketentuan, dan kebijakan dari berbagai produk dan layanan asuransi. Namun, jenis insurtech ini tak melakukan proses underwriting, mengeluarkan kebijakan atau kontrak asuransi—dan hanya menyediakan platform transaksi saja.
- Insurtech Intermediaries – Broker/Agents
Agregator yang telah memiliki izin broker atau agen yang harus memiliki perjanjian dengan perusahaan asuransi terkait wewenang dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya. Insurtech ini aktif menjalankan bisnis dengan memberikan saran terkait pemilihan asuransi serta mengatur transaksi asuransi.
- The Full-Stack Insurtech
Perusahaan asuransi yang telah beroleh izin penyelenggaran asuransi dan membangun platform digitalnya untuk memberikan pelayanan, mulai dari promosi produk, penjualan, analisis risiko, pelayanan transaksi pembayaran langsung premi maupun klaim.
Daftar pemain insurtech
Sebagai perbandingan, berdasarkan Insurtech Ecosystem in Indonesia Report Mei 2021 oleh Daily Social, segmen insurtech versi OJK tersebut juga kurang lebih sama dengan laporan tersebut, yaitu agen insurtech, broker insurtech, dan full stack insurtech. Berikut sejumlah pemain insurtech di Indonesia.
- PasarPolis (segmen: lokapasar, broker)
- Qoala (distribusi, broker, personal financial assistant)
- CekPremi (broker)
- Lifepal (personal financial assistant)
- Asuransiku (broker)
- Fuse
- Tanamduit (broker)
- Futuready (broker)
- Prixa.ai (personal financial assistant)
- Cermati (fintech aggregator)
- CekAja (fintech aggregator)
Menurut laporan tersebut, pasar asuransi Indonesia diperkirakan menghasilkan pendapatan premi (gross) US$20,8 miliar atau setara Rp296,4 triliun (asumsi kurs Rp14.250). Sedangkan, tingkat pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/CAGR) pada kurun 2016 sampai 2020 diperkirakan 3,9 persen.
Segmen asuransi jiwa diramal menjadi pasar yang paling menguntungkan pada 2020, menurut riset sama. Itu terlihat total premi bruto sebesar $15,3 miliar atau senilai Rp218,03 triliun, setara dengan 73,8 persen dari nilai keseluruhan pasar asuransi.