Jakarta, FORTUNE – Gesek tunai atau kerap disebut dengan akronim gestun merupakan salah satu fasilitas bertransaksi dengan menggunakan kartu kredit bank. Namun, metode transaksi ini dilarang oleh Bank Indonesia karena sejumlah alasan.
Gestun dapat dikatakan sebagai solusi bagi para pemilik kartu kredit yang menginginkan untuk menarik uang tunai, menurut laman KoinWorks. Cara ini menjadi alternatif dari metode penarikan tunai dari anjungan tunai mandiri (ATM).
Nasabah yang ingin melakukan gestun hanya perlu datang ke gerai, toko, atau merchants yang memiliki mesin gesek kartu kredit. Pemilik kartu kredit pun akan langsung mendapatkan uang tunai.
Dikutip dari situs OCBC NISP, perlu dicatat setiap penarikan uang tunai lewat gestun ini akan dikenakan bunga ke depannya. Namun, kebanyakan pemegang kartu kredit tidak menyadari hal ini. Dengan begitu, akan berdampak terhadap jumlah utang yang wajib dibayar oleh pemilik credit card tersebut.
Alasan gestun jadi pilihan
Tentu saja tagihan gestun tidak bisa dicicil. Bank biasanya akan langsung menagih jumlah dana yang ditarik, serta biaya administrasinya, di tanggal cetak selanjutnya. Berikut sejumlah alasan orang melakukan gesek tunai, dilansir dari laman akseleran.
1. Biaya penarikan lebih terjangkau
Gestun dipilih umumnya karena biaya penarikan yang lebih terjangkau. Nasabah yang menarik uang tunai lewat ATM akan dikenakan biaya sekitar 4 persen. Sedangkan, jika menarik cash lewat gestun di merchant atau toko hanya dipatok biaya 2 persen.
2. Tidak memiliki limit
Gesek tunai tidak memiliki limit. Nasabah pun bisa melakukan penarikan dalam nominal berapa pun, bahkan hingga batas limit kartu kredit yang dimiliki. Sedangkan, jika melalui ATM, ada limit nominal yang dapat ditarik.
3. Biaya bunga lebih rendah
Bank mematok biaya bunga yang lebih rendah bagi transaksi gestun. Ini berbeda dengan ATM yang memberikan bunga besar karena dianggap sebagai bisnis ritel.
4. Pemotongan tagihan langsung
Nasabah yang melalukan tarik tunai lewat gestun biaya penagihannya akan langsung dipotong. Sebagai misal, ketika nasabah melakukan penarikan cash sebesar Rp2 juta, jumlah uang yang nantinya diterima hanya Rp1,94 juta. Sebab, itu dipotong dengan biaya tarik tunai 3 persen.
Mengapa gestun dilarang
Dikutip dari IDN Times, meski menawarkan sejumlah kemudahan, perlu dipahami bahwa gestun dilarang oleh Bank Indonesia (BI). Gestun bahkan dianggap ilegal, serta menyalahi Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/11/PBI/2009 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.14/2/2012 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK). Berikut sejumlah alasan BI melarang gestun.
1. Tagihan membengkak
Gestun berpotensi untuk membuat tagihan membengkak apalagi jika sering dilakukan oleh nasabah. Semakin besar gestun, tentu semakin besar pula tagihan kartu kredit. Selain itu, ada bunga yang mesti dibayar.
2. Risiko kredit macet
Bank sentral melarang gestun karena berisiko menjadi kredit macet serta berpotensi membuat skor kredit nasabah menjadi buruk.
Itu terjadi, jika, misalnya, tagihan seseorang membengkak, namun penghasilan nasabah tersebut tak bertambah.
Jika nasabah gagal membayar tagihan kartu kredit atau utangnya, maka skor kredit bakal tercatat buruk di sistem regulator. Skor kredit nasabah terkait pun bisa masuk daftar hitam BI.
3. Risiko pencucian uang
Gestun kartu kredit rawan dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk praktik pencucian uang. (money laundering).
Di sisi lain, praktik gestun berisiko pula terhadap pencurian dan penyalahgunaan data, serta pembobolan rekening maupun kartu kredit.
4. Transaksi salah
Di luar itu, kartu kredit perlu dicatat sebenarnya adalah alat pembayaran, dan bukan alat berutang. Gestun yang digunakan untuk menarik uang tunai ini termasuk dalam transaksi yang salah, menurut laman KoinWorks.
Dengan segala kemudahan yang diberikan oleh gestun, itu berisiko memicu nasabah untuk melakukan transaksi penarikan uang tunai berkali-kali. Dalam hal ini, nasabah pun perlu bijak dalam menggunakan kartu kredit.