Jakarta, FORTUNE – Industri manufaktur atau pengolahan Indonesia kembali menorehkan kinerja positif pada awal kuartal pertama 2022. Menurut survei lembaga IHS Markit, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia mencapai 53,7 pada Januari atau naik dari 53,5 pada bulan sebelumnya.
PMI di atas 50 mengindikasikan industri sedang ekspansif, dan di bawah 50 menyiratkan sektor tersebut tengah tertekan. Indikator di atas 50 telah terjadi dalam lima bulan berturut-turut.
“Kondisi pengoperasian di sektor manufaktur Indonesia membaik pada awal 2022,” kata Economics Associate Director IHS Markit, Jingyi Pan, dalam keterangannya, Rabu (2/2).
Menurutnya, industri manufaktur beroleh permintaan dari klien ekspansif pada kisaran lebih tajam, didukung oleh catatan pertumbuhan permintaan baru dari luar negeri. Kondisi ini pada gilirannya mendorong kenaikan signifikan pada output manufaktur.
Situasi tersebut lantas mendorong lonjakan aktivitas pembelian dan kenaikan pada kebutuhan ketenagakerjaan meski kecil. Hal itu sekaligus menggambarkan kondisi ekonomi yang lebih baik.
Promp Manufacturing Index Bank Indonesia juga ekspansif
Hasil jajak pendapat IHS Markit tampaknya sejalan dengan survei Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan Prompt Manufacturing Index (PMI) Indonesia pada kuartal pertama tahun ini naik menjadi 53,8 persen. Pada kuartal IV-2021, indeks mencapai 50,17 persen, naik dari 48,75 persen pada kuartal sama tahun sebelumnya.
Indeks PMI bank sentral juga menggunakan ukuran sama dengan IHS Markit: di atas 50 berarti menunjukkan positif dan sebaliknya.
Menurut BI, ada tiga faktor penting yang menyokong kinerja manufaktur pada kuartal keempat tahun lalu, yakni volume pesanan, volume persediaan barang jadi, dan volume produksi. Ketiga faktor tersebut memiliki angka PMI di atas 50 persen atau dalam posisi ekspansif.
Indikator tersebut menyiratkan tingkat permintaan pada industri manufaktur yang positif. Dengan begitu, produksinya meningkat, dan suplai barang jadinya juga sedang baik.
Menteri Perindustrian: Optimisme Pemulihan, PMI Indonesia unggul dari Asean dan Cina
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan PMI manufaktur dalam negeri juga berhasil mengungguli sejumlah negara atau kawasan ekonomi seperti Asean (52,7), Malaysia (52,8), Filipina (50,0), Korea Selatan (51,9), Rusia (51,8), dan Cina (49,1).
“Kami sangat bersyukur dan berterima kasih kepada para pelaku industri manufaktur di Tanah Air. Kabar baik ini merupakan sinyal atau indikator bahwa pelaku industri makin optimistis terhadap kondisi ekonomi saat ini,” kata Agus dalam keterangan kepada media.
Agus meyakini industri manufaktur tetap berperan penting bagi perekonomian. Hal itu bisa dilihat dari sejumlah indikator. Ekspor industri manufaktur, misalnya, yang tahun lalu menyumbang 76,49 persen atau sekitar US$177,10 miliar dari total ekspor nasional. Capaian tersebut juga melampaui US$131 miliar nilai ekspor manufaktur pada 2020.
Sementara itu, realisasi investasi di sektor manufaktur pada periode sama naik 19,24 persen setahunan menjadi Rp325,4 triliun. Akan hal sektor ketenagakerjaan, terdapat penyerapan tambahan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang. Dengan demikian, jumlah tenaga kerja di industri kembali meningkat menjadi 18,64 juta orang.