Pabrik-Pabrik Mulai Menggeliat, Namun Belum Menyerap Tenaga Kerja

Manufaktur masih terkendala kecepatan pengiriman barang.

Pabrik-Pabrik Mulai Menggeliat, Namun Belum Menyerap Tenaga Kerja
Ilustrasi pabrik industri. Shutterstock/industryviews
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Ikhtiar pemulihan ekonomi nasional telah berdampak positif terhadap industri pengolahan atau manufaktur. Bank Indonesia (BI) menyebutkan kinerja sektor usaha ini makin menggeliat pada kuartal kedua tahun ini.

Dalam survei Prompt Manufacturing Index (PMI) oleh BI, kinerja sektor industri pengolahan pada April sampai Juni tahun ini terindikasi meningkat. Menurut bank sentral, sektor ini menunjukkan tengah berada dalam tahap ekspansi.

Situasi itu tampak dari angka PMI pada kuartal kedua 2022 yang mencapai 53,61 persen, atau lebih tinggi dari 51,77 persen pada kuartal sebelumnya. Angka PMI di atas 50 mengindikasikan pabrik-pabrik manufaktur mulai menggeliat, dan sebaliknya di bawah 50 berada dalam kondisi tertekan.

“Peningkatan tersebut terjadi pada seluruh komponen pembentuk PMI Bank Indonesia, dengan indeks tertinggi pada komponen volume produksi, volume total pesanan, dan volume persediaan barang jadi,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, dalam keterangan kepada media, Kamis (14/7).

Volume produksi turut berada di fase ekspansif, dengan mencapai 57,05 pada periode sama. Setelahnya, diikuti volume pesanan yang mencapai 55,72, dan volume persedian barang jadi mencapai 54,2.

Meski berada dalam fase ekspansif, namun industri manufaktur belum menyerap banyak tenaga kerja. Buktinya, indikator jumlah tenaga kerja masih berada dalam fase kontraksi sebesar 49,61 persen.

Indikator kecepatan penerimaan barang input masih 48,59 persen, atau lebih baik dari 45,22 persen pada kuartal sebelumnya. Kondisi ini menyiratkan industri manufaktur yang masih mengalami kendala kelancaran distribusi dan pasokan.

Proyeksi

Proses kerja di pabrik tekstil. Shutterstock/AdaCo

Kondisi ekspansi industri manufaktur ini terjadi pada sebagian besar subsektor. Usaha tekstil, barang kulit dan alas kaki membukukan angka PMI tertinggi mencapai 56,05 persen.

Lalu, sektor makanan, minuman, dan tembakau meraih nilai PMI sebesar 54,60 persen, diikuti logam dasar, besi, dan baja 53,47 persen, kertas dan barang cetakan 53,50 persen, dan lain-lain. Kecuali, sektor alat angkut, mesin, dan peralatannya yang masih terkoreksi 49,27 persen.

“Perkembangan PMI BI tersebut sejalan dengan perkembangan kegiatan sektor industri pengolahan pada survei kegiatan dunia usaha yang positif dan meningkat dengan nilai Saldo bersih tertimbang (SBT) sebesar 2,19 persen,” ujar Erwin.

Survei BI turut memperkirakan peningkatan kinerja sektor industri pengolahan berlanjut pada kuartal ketiga 2022 dengan mencapai 54,02 persen. Kenaikan ini ditopang oleh seluruh komponen pembentuk seperti volume produksi, volume total pesanan, serta jumlah karyawan yang meningkat dan berada pada fase ekspansif.

Dari sisi sektor, usaha semen dan barang galian non logam ditaksir akan membukukan angka PMI 54,71 persen, disusul dengan alat angkut, mesin, dan peralatan 54,06 persen, serta logam dasar besi dan baja 53,60 persen.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024