Jakarta, FORTUNE – Upaya pemulihan ekonomi dalam negeri tampaknya berhasil berdampak positif terhadap tingkat pendapatan per kapita. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat PDB per kapita Indonesia tahun lalu mencapai US$4.349,5 atau setara dengan Rp62,2 juta.
Tren PDB per kapita itu meningkat dibandingkan Rp57,3 juta pada 2020. Sebagai perbandingan, indikator tersebut juga telah melampaui level sebelum pandemi atau 2019. Kala itu, PDB per kapita Indonesia Rp59,3 juta.
“Dengan pencapaian ini, dan klasifikasi Bank Dunia terakhir (2020), Indonesia diperkirakan kembali masuk ke kelompok Upper-Middle Income Countries pada 2021,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam keterangan kepada wartawan, Senin (7/2).
Dalam laporan sebelumnya Bank Dunia mengumumkan perekonomian Indonesia per 2020 masuk kategori negara dengan pendapatan menengah ke bawah. Posisi Indonesia itu turun dari status menengah ke atas pada tahun sebelumnya.
Namun, sebagai catatan, Bank Dunia dalam definisi tersebut menggunakan ukuran pendapatan nasional bruto (Gross National Income/GNI). Menurut lembaga tersebut, pada 2020 GNI per kapita Indonesia US$3.870, atau turun dari US$3.530 pada 2019.
Penurunan itu diperkirakan sebagai dampak langsung koreksi ekonomi akibat krisis pandemi. Di samping itu, melorotnya status Indonesia juga seiring standar GNI per kapita yang disesuaikan oleh Bank Dunia. Pada 2020, batas atas negara kelompok pendapatan menengah ke bawah adalah US$4.045, dan pada tahun lalu naik menjadi US$4.095.
Indef: kenaikan status Ada sisi positif, dan negatifnya
Dalam pandangan Direktur Eksektutif Institute for Developments of Economics and Core (Indef), Tauhid Ahmad, kenaikan status tersebut menyimpan sisi positif dan negatif.
Positifnya, kenaikan pendapatan per kapita dapat menggambarkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menyiratkan keberhasilan pemerintah dalam mempertahankan kondisi makroekonomi.
Itu “bisa meyakinkan banyak pihak termasuk investor bahwa reformasi ekonomi yang dilakukan terutama pada saat pandemi itu berhasil dilaksanakan,” ujar Tauhid kepada Fortune Indonesia, Selasa (8/2).
Namun, kenaikan status tersebut berpotensi membuat Indonesia tak bisa mendapatkan “keringanan” bunga rendah saat mengajukan pinjaman luar negeri.
Indonesia pun juga akan dipandang sebagai negara yang sanggup terlibat dalam usaha pembangunan dunia melalui organisasi seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Dengan begitu, pemerintah harus mengalokasikan dana bantuan pembangunan itu dalam belanja negara.
Alasan PDB per kapita naik
Menurut data BPS, perekonomian tahun lalu sanggup tumbuh 3,69 persen usai terkoreksi 2,07 persen pada 2020. Sebagai perbandingan, perekonomian pada 2019 tumbuh 5,02 persen.
“Dari sisi laju pemulihan, PDB Indonesia 2021 berhasil melampaui level periode prapandemi. Hal ini patut dicatat mengingat masih banyak perekonomian yang belum mampu kembali ke kapasitas sebelum pandemi, seperti Filipina, Meksiko, Jerman, Perancis, dan Italia.
Pemerintah menargetkan perekonomian pada tahun ini akan tumbuh sekitar 5,2 persen, kata Febrio. Kinerja tersebut akan ditopang oleh penguatan investasi dan ekspor serta kelanjutan pemulihan konsumsi masyarakat. Tentunya hal itu didukung oleh usaha pengendalian pandemi termasuk vaksinasi massal, dan ikhtiar reformasi restruktural yang konsisten.
Tauhid mensinyalir kenaikan pendapatan per kapita juga disebabkan jumlah penduduk Indonesia yang tumbuh melambat serta lebih rendah dari laju ekonomi.
Sebagai gambaran, menurut data BPS, berdasarkan survei penduduk terakhir, jumlah penduduk Indonesia pada 2020 mencapai 270,20 juta. Dalam kurun 2010-2020, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia 1,25 persen. Bandingkan dengan kurun 2000-2010 yang rata-rata pertumbuhannya 1,49 persen.
“Saya kira bukan karena pertumbuhan ekonominya yang tinggi tapi juga karena pertumbuhan penduduknya yang lebih rendah,” ujarnya.