Jakarta, FORTUNE - Upaya penyehatan keuangan Asuransi Jiwa Berasama (AJB) Bumiputera 1912 atau AJB Bumiputera nampaknya tidak ada habisnya. Seakan berada diujung tanduk, nasib asuransi tertua ini bakal ditentukan pada 2026 mendatang.
Bahkan, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono menyatakan bahwa skema terbaru dari penyelamatan hanya tersisa dua pilihan yaitu diselamatkan melalui skema demutualisasi atau berakhir dilikuidasi.
Diketahui sebelumnya, perusahaan tidak dapat menjalankan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang disetujui pada 2023. OJK juga telah beberapa kali memanggil Rapat Umum Anggota (RUA) yang terdiri dari badan perwakilan anggota ada 11 orang, termasuk dewan pengawas dan dewan direksi. OJK meminta RUA Bumiputera agar memenuhi ekuitas minimum Rp250 miliar pada 2026. Apabila tak memenuhi hal tersebut, status Bumiputera kemungkinkan bisa berubah.
"Satu hal yang menjadi komitmen bersama, bahwa seluruh Badan Perwakilan Anggota baik direksi maupun komisaris akan melakukan tindakan lain, selain melanjutkan status sebagai asuransi jiwa bersama," kata Ogi di Jakarta, Senin Sore (13/5).
AJB Bumiputera akan lakukan down sizing
Dalam pertemuan sebelumnya dengan OJK, direksi dari RUA juga memprioritaskan pembayaran klaim jatuh tempo. Dengan demikian, untuk membayar klaim para pemegang polis lanjut Ogi, Bumiputera juga akan melakukan down sizing. Yakni aset yang tak terkait langsung dengan operasional Bumiputera akan dilepas untuk dikonversi dari fix aset menjadi aset likuid.
"Konversi dari fix asset menjadi aset likuid. Dan uang itu digunakan untuk operasional daripada AJBB, termasuk pembayaran klaim yang sudah jatuh tempo,” jelas Ogi.
Dari rapat yang terakhir, lanjut Ogi, OJK meminta alokasi dari fix aset ke aset likuid itu 50 persen digunakan untuk pembayaran klaim yang jatuh tempo.
Ogi menambahkan, pembayaran klaim yang jatuh tempo akan dilakukan ke semua pemegang polis dengan nominal pembayaran yang sama. Jadi, kata dia, strateginya diubah menjadi semua pemegang polis mendapatkan pembayaran sesuai dengan kemampuan likuiditas dari perusahaan asuransi tersebut.