Jakarta, FORTUNE – Menjelang akhir tahun 2023, para analis memproyeksikan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) dapat mencetak laba senilai Rp3,2 triliun di akhir 2023.
Berdasarkan data Bloomberg per Senin (6/11), konsensus analis memproyeksikan laba bersih bank dengan kode saham BBTN akan ditopang Net Interest Margin (NIM) yang mencapai 4,0 persen. “ROE [Return on Equity] diperkirakan menyentuh angka 11,7 persen pada akhir 2023,” dikutip dari Bloomberg, Selasa (7/11).
Senada dengan proyeksi tersebut, Head of Research Sucor Sekuritas, Edward Lowis memproyeksikan BBTN masih akan mencatatkan laba bersih di atas Rp3 triliun pada akhir 2023. Salah satu penopang proyeksi tersebut yakni peningkatan kredit yang masih akan berlanjut di tahun ini dan mencapai pertumbuhan sebesar 10 persen
Harga saham BBTN diprediksi capai Rp1.730
Dengan proyeksi tersebut, sebanyak 21 analis memperkirakan rata-rata target price pada 12 bulan ke depan senilai Rp1.730 per lembar saham. Sejumlah analis tersebut juga melihat potensi harga saham BTN masih cukup layak dikoleksi.
Sementara itu, Analis Yuanta Sekuritas Indonesia, Yap Swie Cu juga memandang kinerja Bank BTN masih on track sesuai dengan target yang telah dicanangkan. Salah satu penyumbangnya, lanjut Yap, yakni strategi kredit high-yield yang telah dilakukan oleh perseroan.
“Kami menjaga rekomendasi beli untuk Bank BTN. Saat ini, saham BBTN diperdagangkan pada 0,5X PBV untuk tahun 2023/24F,” tulis Yap dalam risetnya yang dikutip Selasa (7/11).
Sebelumnya, manajemen Bank BTN juga menilai hingga akhir tahun ini dapat menjaga pertumbuhan kredit di level double digit. Adanya insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) menjadi penyumbang kinerja positif perseroan.
Ini strategi BTN fokus salurkan KPR
Direktur Finance Bank BTN Nofry Rony Poetra menjelaskan, lebih dari 90 persen portofolio KPR BTN masih didominasi oleh rumah dengan harga di bawah Rp2 miliar, termasuk di dalamnya yakni segmen rumah murah. Selain fokus menyalurkan KPR Subsidi, Bank BTN juga intens menyasar KPR Non-Subsidi yang membidik segmen emerging affluent. Strategi tersebut dieksekusi dengan membuka 3 Sales Center di BSD, Kelapa Gading, dan Surabaya.
Selain itu, insentif selanjutnya dari Pemerintah ialah pemberian Bantuan Biaya Administrasi (BBA) sebesar Rp 4 juta bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saat membeli rumah subsidi. Pemerintah juga menaikkan batas harga rumah yang bisa dibeli MBR dan memperoleh pembebasan PPN menjadi Rp 350 juta, baik rumah tapak maupun rumah susun.
Menurut Nofry, hal ini akan menguntungkan perseroan. Sebab, Bank BTN merupakan kontributor utama dalam pembiayaan perumahan, khususnya KPR subsidi dengan market share yang mencapai 83 persen untuk penyaluran KPR subsidi. Dengan demikain Nofry menyebut, insentif BBA ini akan meningkatkan potensi realisasi KPR subsidi lebih banyak lagi kedepannya.