Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) menyebut, implementasi BI Fast berpotensi untuk menggerus pendapatan bank dari sisi fee based income. Bagaimana tidak, sebelum penerapan BI-Fast, biaya yang dikenakan ke nasabah untuk transfer antar bank sebesar Rp6.500,- kini lebih rendah di Rp2.500,-.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Handayani di Nusa Dua Bali saat menjadi pembicara di Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2022 (13/7). Meski demikian, bank masih dapat menggencarkan volume transaksi untuk menutupi penggerusan tersebut.
“Memang betul akan menurunkan fee based. Tapi kita berharap tentu dengan adanya peningkatan volume transaksi, menjadi kompensasi dari itu. Dan tentu yang dituntut oleh perbankan adalah semakin efisien dalam proses penangannya,”kata Handayani.
BI-Fast dorong penerapan cashless society
Handayani yang juga menjabat sebagai Direktur Bisnis Konsumer BRI juga menyebut, BI Fast dapat berperan positif kepada implementasi digital di masyarakat.
Tak hanya itu, dengan biaya transfer yang murah, BI-Fast juga bisa meningkatkan budaya nontunai di masyarakat. “Ini bagian bagaimana kita mendorong cashless society. Harapannya dengan tarif yang makin turun terbentuk cashless society yang lebih baik, sehingga secara cost menjadi lebih efisien,” kata Handayani.
Dukung UMKM, Perbina harap tarif BI-Fast bisa diturunkan
Di sisi lain, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Internasional Indonesia (Perbina) Batara Sianturi mengatakan, implementasi BI-Fast yang murah akan lebih membantu bisnis pelaku UMKM. Oleh sebab itu, pihaknya berharap biaya transfer bank yang dibebankan ke nasabah bisa semakin ditekan.
“Kita sudah lihat dengan adanya direct payment ini, potensinya cukup baik. Lebih cepat 24/7 dan lebih murah dari Rp6.500 ke Rp2.500 mungkin kita ingin turun lagi jadi Rp500 untuk bantu UMKM,” jelas Batara.
Sejak pertama kali implementasi pada Desember 2021, Bank Indonesia (BI) mencatat volume transaksi BI-FAST terus meningkat dengan likuiditas dan stabilitas sistem yang tetap terjaga. Selama periode 1 Januari hingga 29 Mei 2022, total volume transaksi mencapai 85,3 juta dengan nilai Rp320,6 triliun.