Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) mempertahankan Suku Bunga Acuan atau BI-rate sebesar 6,25 persen. Hal itu tertuang dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang digelar pada 16-17 Juli 2024. Sementara itu, untuk suku bunga deposit facility juga tetap sebesar 5,50 persen, dan suku bunga lending facility juga tetap sebesar 7,00 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter yang pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025.
“Fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek diarahkan untuk memperkuat efektivitas stabilisasi Nilai Tukar Rupiah dan menarik aliran masuk modal asing,” kata Perry di Jakarta, Rabu (17/7).
Posisi neraca pembayaran dinilai masih sehat
Salah satu pertimbangan BI mempertahankan bunga acuan ialah melihat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang masih sehat dan mendukung ketahanan eksternal. Defisit transaksi berjalan triwulan II 2024 diprakirakan rendah didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan barang yang tercatat sebesar US$8,0 miliar.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial diprakirakan mencatat surplus di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Investasi portofolio pada triwulan II 2024 diprakirakan mencatat net inflows sebesar US$4,3 miliar dan berlanjut pada awal triwulan III 2024 (hingga 15 Juli 2024) yang mencatat net inflows sebesar US$4,4 miliar. Sedangkan untuk posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2024 juga masih meningkat menjadi sebesar US$140,2 miliar, setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Nilai tukar Rupiah sempat melemah 4,48%
Sementara itu, nilai tukar Rupiah juga masih menguat dipengaruhi bauran kebijakan moneter yang ditempuh BI dalam memitigasi dampak rambatan global. Nilai tukar Rupiah hingga 16 Juli 2024 menguat 1,21 persen dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2024.
“Penguatan nilai tukar Rupiah tersebut dipengaruhi oleh komitmen Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan fundamental perekonomian Indonesia yang kuat” kata Perry.
Perry menyadari nilai tukar Rupiah sempat melemah 4,84 persen (ytd) dari level akhir Desember 2023. Namun persentase pelemahan itu lebih rendah dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Baht Thailand, dan Won Korea masing-masing sebesar 5,14 persen, 5,44 persen, dan 7,03 persen.
Ke depan, BI memproyeksikan nilai tukar Rupiah bergerak stabil dalam kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, serta komitmen Bank Indonesia untuk terus menstabilkan nilai tukar Rupiah yang kemudian mendorong berlanjutnya aliran masuk modal asing.
Dengan demikian, untuk kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga. Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.