Jakarta, FORTUNE - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BRI), Sunarso menyatakan, rencana Pemerintahan Prabowo Subianto untuk menghapus tagih utang kepada seluruh Petani dan Nelayan sudah ditunggu-tunggu oleh bankir.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) ini mengungkapkan bahwa sejumlah bankir ingin segera menghapus tagih atau memutihkan utang lama, namun khawatir terkendala oleh aturan.
“Kebijakan tentang bank boleh menghapus tagih sudah ditunggu-tunggu. Kenapa selama ini (bankir) tidak berani melakukan itu, karena masih ada berbagai aturan yang mengkategorikan kerugian negara,” kata Sunaro pada konferensi pers kinerja BRI kuartal III-2024 pada Rabu, (30/10).
Aturan hapus utang tak akan ganggu kinerja BRI
Sunarso yakin bahwa kebijakan itu tidak akan mengganggu kinerja dari bank plat merah tersebut. Namun demikian, dirinya berharap Pemerintah segera menjabarkan lebih rinci terkait kebijakan baru tersebut agar mampu mengantisipasi terjadinya moral hazard.
“Sekarang yang paling penting penetapan tentang kriterianya seperti apa yang bisa dihapus agar tidak menimbulkan moral hazard,” kata Sunarso.
Ia juga menilai, setiap perbankan bakal mengkalkulasi dampak dari kebijakan hapus buku terhadap kinerja keuangan pada tahun 2025 mendatang setelah kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres).
Seperti diketahui, rencana Perpres mengenai pemutihan utang pertama kali dinyatakan oleh Hashim Djojohadikusumo selaku adik dari Prabowo Subianto dalam Diskusi Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Menara Kadin Jakarta, Rabu (23/10).
Ia menyatakan, tujuan dari Perpres itu ialah untuk memulihkan skor kredit para petani dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan pulihnya skor itu, nantinya akses penyaluran kredit petani dan nelayan akan lancar dan menghindarkan petani hingga nelayan terjebak pinjaman online (pinjol) hingga rentenir.
Kebijakan hilirisasi bisa dukung kinerja bank
Di sisi lain, Sunarso juga beranggapan bahwa kebijakan Presiden Prabowo terkait hilirisasi bakal mendorong bisnis penyaluran kredit bank. Sebab, kebijakan ini akan menciptakan nilai tambah baik produk tambang maupun produk agrikultur yang ada di dalam negeri.
"Penyerapan tenaga kerja, mendorong produktivitas dan itu akan memacu pertumbuhan dan bank pasti akan menikmati bisnis dari peningkatan distribusi pendapatan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diperoleh dari aktivitas menghilirkan produk-produk tambang maupun produk-produk agrikultur itu. Jadi itu merupakan peluang bisnis yang luar biasa," kata Sunarso.
Bila dilihat dari kinerja intermediasi, hingga akhir September 2024 BRI telah menyalurkan kredit senilai Rp1.353,36 triliun atau tumbuh 8,21 persen secara year on year (yoy). Dari nilai tersebut, rasio Non Performing Loan (NPL) BRI masih membaik, dimana NPL pada kuartal III-2024 tercatat sebesar 2,90 persen atau membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 3,07 persen.
Disamping NPL, perseroan juga berhasil mencatat rasio Loan at Risk (LAR) yang lebih baik, dari semula 13,80 persen pada akhir kuartal III-2023 menjadi 11,66 persen pada akhir kuartal III-2024. Penurunan rasio NPL dan LAR ini didukung oleh penerapan strategi pengelolaan manajemen risiko yang disiplin di seluruh lini bisnis.