Bukan Konflik Iran-Israel, Bos BCA Ungkap Penyebab Rupiah Anjlok

Banyak dividen mengalir ke luar negeri.

Bukan Konflik Iran-Israel, Bos BCA Ungkap Penyebab Rupiah Anjlok
Sejumlah warga mengantre untuk menukarkan uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (17/4). NTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Nilai Tukar Rupiah tercatat mengalami pelemahan dalam beberapa hari belakangan. Pada hari ini saja, nilai tukar Rupiah dibuka pada level Rp16.246/US$. Rupiah melemah 9,5 poin atau 0,06 persen dari perdagangan sebelumnya. Padahal, pada 2 Januari 2024 rupiah masih di level Rp15.390/US$.

Sejumlah faktor seperti Konflik Iran-Israel menjadi penyebab lemahnya Rupiah, namun pandangan lain diungkap oleh Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja. Ia menilai, faktor kebiasaan pelaku bisnis yang membutuhkan dolar saat awal tahun menjadi salah satu penyebab Dolar semakin menguat. 

"Demand dolar meningkat pada kuartal I karena persiapan lebaran masa liburan. Banyak masyarakat terbang ke luar negeri, membeli tiket dan berbelanja, mereka butuh dolar," kata Jahja dalam konferensi pers Kinerja BCA di Jakarta, Senin sore (22/4). 

Banyak dividen mengalir ke luar negeri

ilustrasi transfer uang dari luar negeri ke indonesia (unsplash.com/Roman Synkevych)

Selain itu, banyaknya pengusaha yang berekspansi untum membeli bahan baku luar negeri di awal tahun juga mendorong penggunaan dolar sehingga menggerus nilai tukar rupiah. 

Tak hanya itu, lanjut Jahja, musim pembagian dividen payout pada kuartal I 2024 juga menjadi salah satu biang kerok pelemahan rupiah. Sebab, tak sedikit investor asing yang mengalirkan dividen miliknya ke luar negeri. 

“Adanya pengurangan investasi di saham dan obligasi oleh asing dan adanya dumping dari asing semua ini butuh dolar, mau tidak mau exchange rate kita melampaui Rp 16.000,” tambah Jahja. 

Kebutuhan dolar masih tinggi, Jahja sebut BI belum saatnya intervensi

Ilustrasi Bank Indonesia/ Shutterstock Harismoyo

Dalam menghadapi situasi saat ini, Bank Indonesia (BI) memang belum memberikan intervensi terhadap pelemahan rupiah. Jahja menyebut kondisi itu tepat dilakukan, sebab masih ada kebutuhan rill di pasar. 

"Memang kalau lagi ada kebutuhan riil yang meningkat tidak boleh diintervensi. Saya pikir itu akan seperti membuang garam ke laut," kata Jahja. 

Namun demikian, Jahja berharap bila kebutuhan dolar sudah turun dan berlangsung normal, bank sentral bisa mulai mengintervensi pasar salah satunya dengan kenaikan bunga acuan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya