Jakarta, FORTUNE - Sejumlah bank konvensional kini telah menerapkan suku bunga simpanan 0 persen. Dengan demikian, saat menghimpun dana di bank, nasabah tidak akan mendapat imbal hasil sama sekali.
Sebut saja BCA yang memasang bunga simpanan 0 persen untuk tabungan rupiah dengan saldo di bawah Rp10 juta. Sedangkan untuk saldo kisaran Rp10 juta hingga Rp500 juta hanya kan mendapatkan bunga 0,01 persen perbulan.
Sementara itu, saldo di atas Rp500 juta hingga Rp 1 miliar hanya akan mendapatkan bunga 0,02 persen. Tak hanya itu, nasabah juga dibebankan oleh biaya administrasi kisaran Rp15 ribu hingga Rp20 ribu setiap bulannya sesuai dengan jenis kartu.
Kondisi tersebut tak jauh berbeda dengan bunga di bank plat merah Bank Mandiri. Tabungan rupiah di bawah Rp 1 juta hanya diberikan bunga 0 persen. Sedangakan untuk saldo Rp1 juta hingga Rp50 juta hanya diberikan bunga 0,10 persen. Dan untuk saldo Rp50 juta hingga Rp500 juta hanya mendapat bunga 0,20 persen. Di Bank Mandiri, nasabah juga bakal dibebani biaya administrasi kisaran Rp12.500 perbulannya.
Lantas, apakah minat nasabah menabung di bank akan berkurang? Akankah penghimpunan dana nasabah di bank bakal menyusut?
Dana nasabah diyakini bergeser ke reksa dana
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai, sentimen rendahnya suku bunga tabungan akan berdampak terhadap simpanan nasabah di bank. Sebab, terdapat sejumlah nasabah yang sangat sentif terhadap bunga simpanan untuk mendapatkan keuntungan.
Apalagi, perebutan dana murah ini masih menjadi isu hangat di industri perbankan di tengah makin maraknya bank digital. Kondisi tersebut juga semakin ramai dengan sejumlah instrumen investasi jangka panjang yang menawarkan bunga yang kompetitif.
“Masyarakat yang menempatkan dananya selama ini di bank tentu akan mengalihkan ke instrumen lain yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi,” kata Trioksa ketika dihubungi Fortune Indonesia di Jakarta, Kamis (8/9).
Dirinya menilai, sejumlah nasabah akan lebih tertarik menaruh dananya di instrumen reksa dana dengan imbal hasil yang lebih tinggi.
Pertumbuhan DPK bank diprediksi bakal menyusut jadi 5,6%
Hal yang sama juga diutarakan oleh Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Dirinya meyakini, dalam jangka pendek kondisi tersebut akan memperlambat partumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di industri perbankan. Namun demikian, kondisi bunga simpanan yang rendah dinilai sebagai masih kuatnya likuiditas di perbankan.
“Hal ini mungkin berkaitan dengan tren likuiditas perbankan yang cukup ample dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan akan pendanaan dari saving account cenderung rendah,” kata Josua kepada Fortune Indonesia, Kamis (8/9).
Dirinya memperkirakan, para nasabah akan mulai memindahkan dananya ke deposito atau instrumen investasi lainnya. Kondisi tersebut akan terus terjadi sambil menunggu transmisi kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
“Hal ini kemudian menjadikan tabungan sebagai dana transit ataupun petty cash. Adapun transmisi dari suku bunga BI kepada suku bunga perbankan baru akan berdampak di bulan Oktober 2022,” kata Josua.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mencatat adanya penurunan target pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi hanya 5,6 persen secara year on year (yoy) pada akhir tahun 2022. Padahal sebelumnya bank cukup optimis membidik pertumbuhan DPK kisaran 8 persen (yoy). Apalagi, pada Mei 2022, OJK mencatat DPK bank mampu tumbuh 10 persen (yoy).