Digitalisasi Bisa Kurangi Risiko di Asuransi, Ini Penjelasan OECD

Penerapan digitalisasi harus dengan prinsip hati-hati.

Digitalisasi Bisa Kurangi Risiko di Asuransi, Ini Penjelasan OECD
Shutterstock/mrmohock
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyampaikan bahwa digitalisasi melalui teknologi dapat berkontribusi untuk mendorong pengurangan risiko pemegang polis. 

Chair OECD Insurance and Private Pensions Committee (IPPC), Yoshihiro Kawai menjelaskan, hal itu diwujudkan dengan meningkatkan kapasitas perusahaan Asuransi dalam menilai risiko. 

"Dengan demikian perusahaan dapat menetapkan harga secara lebih akurat, mengenali risiko secara lebih baik, dan mitigasi atau penanganan risiko yang lebih baik pula," kata Yoshihiro melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (15/12).

Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerjasama dengan OECD meluncurkan kajian pemanfaatan teknologi di sektor asuransi untuk meningkatkan penilaian risiko dan pengurangan risiko pemegang polis. 

Potensi pemanfaatan digital untuk asuransi sangat besar

Layanan asuransi di platform Pospay. (dok. Pos Indonesia)

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menyampaikan bahwa potensi pemanfaatan teknologi pada sektor asuransi sangat besar.  

"Pemanfaatan tersebut dapat digunakan untuk memperluas jangkauan dan layanan asuransi, serta mencegah mis-selling dalam proses pemasaran produk asuransi. Seperti penggunaan analisis big data dan kecerdasan buatan untuk memastikan kesesuaian produk yang ditawarkan dengan profil, preferensi, dan kebutuhan pemegang polis," jelas Ogi. 

Menurut Ogi, pemanfaatan teknologi juga tidak hanya di sisi pemasaran, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas layanan purna jual. Khususnya untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam proses penyelesaian klaim, pembayaran manfaat asuransi, dan memungkinkan penanganan keluhan secara lebih cepat. 

Penerapan digitalisasi harus dijalankan dengan prinsip hati-hati

Ilustrasi chip. (ShutterStock_Connect World)

Ekonomi digital Ogi menambahkan, hingga 2030 nilai perkiraan ekonomi digital Indonesia mencapai lebih dari US$200 miliar hingga US$300 miliar. Serta, Indonesia memiliki 215 juta pengguna internet atau 77 persen dari populasi.  

Oleh karena itu, perusahaan asuransi di Indonesia perlu beradaptasi dengan era digitalisasi ini dan menentukan langkah-langkah strategis untuk dapat bertransformasi dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam mendukung implementasi proses bisnis guna meningkatkan kualitas layanan kepada konsumen. Namun demikian, penerapan teknologi baru juga perlu diantisipasi melalui pengelolaan dengan hati-hati oleh penyedia layanan serta melalui pengembangan kerangka kerja regulasi dan pengawasan yang sesuai. 

Senior Policy Analyst OECD, Timothy Bishop berpendapat, regulator dan pengawas asuransi memegang peran kritis dalam menyeimbangkan kebutuhan untuk memungkinkan penggunaan teknologi oleh perusahaan asuransi sambil memastikan bahwa konsumen dilindungi dengan tepat.

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024